Dapat kita amati bagian tubuh kita terdapat tiga
unsur penting, yaitu tentang akal, hati, dan kemaluan. Unsur akal yang letaknya
di atas, kemaluan di bawah, dan hati ditengah-tengah. Fungsinya akal adalah
berpikir, posisinya di atas dan kecenderungannya adalah semakin mengangkat ke
atas. Hal ini memicu perasaan semakin mulia (atas) sehingga potensial untuk ujub
(sombong). Kalau sempat amati dalam hati saja (jangan dilisankan) orang-orang
pandai di sekitar kita, minimal yang pernah kita jumpai atau kenali.
Selanjutnya, fungsinya adalah melampiaskan hasrat (syahwat), letaknya di bawah dan kecenderungannya semakin ke bawah. Bila tidak menjaga dan mengatur Kemaluannya dengan baik, semakin menekan ke bawah (kehinaan) ibarat binatang.
Sedangkan hati berada ditengah-tengah antara akal dan kemaluan. Fungsinya mengontrol (menarik) kerja akal agar tidak terlampau ke atas dan mengontrol (mengangkat) peran kemaluan agar tak terlalu ke bawah. Fungsi hati ini ibarat mempunyai dua gerigi, yakni satu rantai terhubung akal dan satunya lagi terhubung ke kemaluan. Coba amati lagi orang-orang yang banyak (sering) menggunakan akalnya (berpikir), dia biasanya sering lupa mengurusi kebutuhan kemaluannya. Begitu pula sebaliknya.
Keadaan-keadaan faktual orang yang berpuasa adalah lemas sekujur tubuh karena keterbatasan suplai energi bagi tubuh. Komponen fisik biologis diatur demikian agar akal dan kemaluan mendapat distribusi energi yang minimal, dan memberi kesempatan instrumen hati untuk membangkitkan vitalitasnya (istilahnya over haul; dibersihkan dan direparasi fungsi-fungsi semestinya).
Fase Sebulan Ramadhan adalah waktu wajib untuk reparasi dan perawatan hati. Bila istiqomah ingin melakukan perawatan lebih, aturan waktu dan caranya tersedia dalam puasa sunnah. Hati yang sehat adalah hati yang mampu menyaring unsur-unsur yang meracuni totalitas tubuh dan dibuang melalui saluran sistem eskresi. Hati berfungsi menyaring unsur-unsur racun berupa maksiat kepada Tuhan dalam melanjutkan proses ketaatan pada-Nya. Selain itu hati adalah instrumen untuk menangkap sinyal-sinyal spiritual (hidayah); ibarat cermin yang bersih mampu menangkap pesona dan pesan-pesan keimanan yang metafisik (ghaib).
Dengan demikian dari paparan di atas terdapat tiga fungsi hati bagi kehidupan kita, yaitu:
Selanjutnya, fungsinya adalah melampiaskan hasrat (syahwat), letaknya di bawah dan kecenderungannya semakin ke bawah. Bila tidak menjaga dan mengatur Kemaluannya dengan baik, semakin menekan ke bawah (kehinaan) ibarat binatang.
Sedangkan hati berada ditengah-tengah antara akal dan kemaluan. Fungsinya mengontrol (menarik) kerja akal agar tidak terlampau ke atas dan mengontrol (mengangkat) peran kemaluan agar tak terlalu ke bawah. Fungsi hati ini ibarat mempunyai dua gerigi, yakni satu rantai terhubung akal dan satunya lagi terhubung ke kemaluan. Coba amati lagi orang-orang yang banyak (sering) menggunakan akalnya (berpikir), dia biasanya sering lupa mengurusi kebutuhan kemaluannya. Begitu pula sebaliknya.
Keadaan-keadaan faktual orang yang berpuasa adalah lemas sekujur tubuh karena keterbatasan suplai energi bagi tubuh. Komponen fisik biologis diatur demikian agar akal dan kemaluan mendapat distribusi energi yang minimal, dan memberi kesempatan instrumen hati untuk membangkitkan vitalitasnya (istilahnya over haul; dibersihkan dan direparasi fungsi-fungsi semestinya).
Fase Sebulan Ramadhan adalah waktu wajib untuk reparasi dan perawatan hati. Bila istiqomah ingin melakukan perawatan lebih, aturan waktu dan caranya tersedia dalam puasa sunnah. Hati yang sehat adalah hati yang mampu menyaring unsur-unsur yang meracuni totalitas tubuh dan dibuang melalui saluran sistem eskresi. Hati berfungsi menyaring unsur-unsur racun berupa maksiat kepada Tuhan dalam melanjutkan proses ketaatan pada-Nya. Selain itu hati adalah instrumen untuk menangkap sinyal-sinyal spiritual (hidayah); ibarat cermin yang bersih mampu menangkap pesona dan pesan-pesan keimanan yang metafisik (ghaib).
Dengan demikian dari paparan di atas terdapat tiga fungsi hati bagi kehidupan kita, yaitu:
- Hati nurani berfungsi sebagai pegangan, pedoman, atau norma untuk menilai suatu tindakan, apakah tindakan itu baik atau buruk.
- Hati nurani berfungsi sebagai pegangan atau peraturan-peraturan konkret di dalam kehidupan sehari-hari.
- Hati nurani berfungsi menyadarkan manusia akan nilai dan harga dirinya.
Ada suatu hadis yang mengatakan bahwa “Sesungguhnya
di dalam tubuh kita ada segumpal daging yang kalau baik keadaannya maka baik
pulalah seluroh tubuh kita dan apabila buruk keadaannya maka buruk pulalah
tubuh kita. Segumpal daging tersebut adalah qalbu (hati)”.
Fungsi dari hati dalam tubuh kita (dari sisi
faal) adalah untuk menyaring seluroh racun yang ada di dalam darah agar tidak
mengganggu fungsi faal lainnya. Jadi kalau hati atau lever kita baik, maka seluroh
tubuh kita akan sehat.
Fungsi dari qalbu adalah untuk menyaring segala
racun agar tidak mengganggu aqidah, tauhid, iman dan akhlak kita. Dengan
demikian secara analogi kalau qalbu kita baik maka aqidah, tauhid, iman dan
akhlak kita niscaya akan baik. Sebaliknya bila qalbu kita rusak maka aqidah,
tauhid, iman dan akhlak kita akan rusak pula. Qalbu adalah cahaya Allah agar
selalu dijaga agar tetap menyala sehingga jiwa kita akan selalu terang dalam
melihat serta membedakan mana yang baik dan mana yang jelek dan mana yang halal
dan mana yang haram. Cara menjaga agar qalbu kita tetap menyala adalah mengusahakan
agar qalbu kita selalu tersambung dengan aliran hidayah sehingga setiap saat
kita selalu memperoleh hidayah untuk selalu dapat membedakan halal haram dan
baik buruk dan kita selalu berpihak pada yang baik dan halal serta meninggalkan
yang buruk dan haram.
Pada intinya adalah hati merupakan organ vital
bagi manusia dan sebagai alat untuk menyaring dari segala racun agar tidak
mengganggu aqidah, tauhid, iman dan akhlak kita dan untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan sehingga dapat menjalankan perintahnya dan menjauhkan diri dari
apa yang dilarangnya.
Ø
Hati Adalah
Pemimpin
Peran hati terhadap seluroh anggota badan ibarat
raja terhadap para prajuritnya. Semua bekerja atas dasar perintahnya dan tunduk
kepadanya. Di kemudian hari hati akan ditanya tentang para prajuritnya. Sebab
setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati,
semuanya akan dimintai pertanggungjawaban”, (QS. Al-Israa: 36).
Rasulullah Saw. bersabda:
“Ketahuilah, di dalam tubuh itu ada segumpal
daging. Bila ia baik maka baik pulalah seluroh tubuh. Dan apabila ia rusak maka
rusak pulalah seluroh tubuh. Ketahuilah itu adalah hati”, (HR. Bukhari dan
Muslim).
Maka, memperhatikan dan meluruskan hati
merupakan perkara yang paling utama untuk diseriusi oleh orang-orang yang
menempuh jalan menuju Allah. Demikian pula dengan mengkaji penyakit-penyakit
hati dan metode mengobatinya merupakan bentuk ibadah yang utama bagi ahli
ibadah.
Ø Hatimu Saudaraku, semoga Allah memberkatimu?
Jangan kotori hatimu. Hati yang kotor
tidak akan pernah sampai kepada Allah dan tidak akan pernah hidup bahagia, Hati
adalah segala-galanya. Seorang ahli ibadah yang hatinya kotor, kelak dilempar
ke neraka. Ibadah tidak merubahnya. Ibadah tidak berguna bagi mereka. Amalan
hati lebih penting daripada amalan badan, walau keduanya sama penting. Semoga
hati kita benar-benar menjadi pemimpin yang baik dan bertangung jawab.
Ø Kedamaian Hati Adalah Kedamaian Sejati
Seorang Raja mengadakan sayembara dan akan
memberi hadiah berlimpah kepada siapa saja yang bisa melukis tentang kedamaian.
Ada banyak seniman dan pelukis yang berusaha keras untuk memenangkan lomba
tersebut.
Ketika sayembara telah usai, sang Raja
berkeliling melihat-lihat hasil karya mereka. Hanya ada dua buah lukisan yang
paling disukainya. Tapi, sang Raja harus memilih satu di antara keduanya.
Lukisan pertama menggambarkan sebuah telaga yang
tenang. Permukaan telaganya bagaikan cermin sempurna yang mematulkan kedamaian
gunung-gunung yang menjulang tenang disekitarnya. Di atasnya terpampang langit
biru dengan awan putih berarak-arak. Semua yang memandang lukisan ini akan
berpendapat, inilah lukisan terbaik mengenai kedamaian.
Lukisan kedua menggambarkan pegunungan juga.
Namun tampak kasar dan gundul. Di atasnya terlukis langit yang gelap dan merah
menandakan turunnya hujan badai, sedangkan tampak kilat menyambar-nyambar liar.
Di sisi gunung ada air terjun deras yang berbuih-buih, sama sekali tidak
menampakkan ketenangan dan kedamaian.
Tapi, sang Raja melihat sesuatu yang menarik, di
balik air terjun itu tumbuh semak-semak kecil diatas sela-sela batu. Di dalam
semak-semak itu seekor induk burung pipit meletakkan sarangnya. Jadi, ditengah-tengah
riuh rendahnya air terjun, seekor induk pipit sedang mengerami telurnya dengan
damai. Benar-benar damai.
Lukisan manakah yang memenangkan lomba? Sang Raja
memilih lukisan nomor dua.
“Wahai Raja, kenapa Raja memilih lukisan nomor
dua?” Sang Raja menjawab, “Kedamaian bukan berarti kau harus berada di tempat
yang tanpa keributan, kesulitan atau pun pekerjaan yang keras dan sibuk.
Kedamaian adalah hati yang tenang dan damai, meskipun kau berada di
tengah-tengah keributan luar biasa.”
“Kedamaian hati adalah kedamaian sejati.”
Ø Bila Hati adalah Jantung
Akhir-akhir ini kita melihat betapa sebuah
majelis atau forum yang membahas tentang "hati" menjadi begitu hanyak
diminati. Me-manage hati, menjadi sesuatu yang disarankan untuk dilakukan
dewasa ini.
Banyak keberhasilan material diraih orang-orang
modern, tapi banyak pula yang merasa ada sesuatu yang "hilang" dan
gagal diraih dalam hidupnya, yaitu mendapatkan kedamaian hati.
Hal itu justru terjadi di tengah-tengah hiruk
pikuknya kesuksesan seseorang membangun "kerajaan" dunia materinya.
Di tengah derasnya aliran kekayaan harta yang datang, banyak individu tenggelam
di tengah kesediahan berupa kegersangan hidup, kehilangan makna dan ketenangan
batin.
Mengapa hati kita seringkali menjadi tidak tenang
dan tidak damai? Kerena ada gejolak "tuntutan" dalam hati yang tidak
terpenuhi, sehingga deru ombak tuntutan hati tersebut selalu bergejolak dan
menggelora di dalamnya setiap saat.
Singkat kata ada sesuatu yang belum dapat
dipenuhi oleh kebanyakan orang-orang modern, yaitu mewujudkan tuntutan suara
hatinya yang paling dalam.
Hati ini menjadi tenang dan damai bila tak lagi
bergejolak, dikarenakan semua tuntutan yang berasal darinya (suara hati) dapat
diwujudkan.
Pernahkan Anda merasakan, apa yang dikatakan oleh
hati Anda? Bila Anda sedang makan di sebuah warung makan, kemudian datang
seorang anak kecil (peminta-minta) di samping Anda. Tentunya Anda akan memberi
anak kecil tersebut sedikit makanan atau sepeser uang.
Apakah hati Anda menjadi tenang? Ya, hati Anda
menjadi tenang karena apa yang dikatakan oleh hati Anda yang terdalam
("beri anak kecil itu bantuan! kasihan dia"), telah Anda wujudkan.
Namun apa yang terjadi bila Anda tidak memberikan apapun terhadap anak kecil
peminta-minta yang hadir di depan Anda itu? Hati kita menjadi tak tenang,
seakan-akan ada sesuatu berupa dorongan dari dalam hati kita yang terus
bergejolak bahkan bersuara keras memprotes tindakan kita!
Hati kita tidak tenang dan tidak hahagia, karena
ada tuntutan dari dalam hati yang terus bergejolak hanya bila kita sesegera
mungkin mewujudkannya. Kita tidak berbahagia karena sering berbuat yang
bertentangan dengan kata hati kita. Hati sanubari yang terdalam, yang menuntut
kita untuk berbuat sesuai dengan fitrah diri kita.
"Mereka tidak bahagia, karena tidak bekerja
sebagaimana "hati" kita bekerja!" komentar seorang penceramah,
yang kebetutan searang dokter ahli spesialis jantung.
Menurutnya, bila pengertian "hati"
dipahami secara sederhana dalam bentuk fisik maka paling tidak terdapat dua
macam organ fisik tubuh manusia dimaksud. Kita mengenal apa yang dimaksud
dengan "hati" adalah heart (jantung) dan lever (hati).
Bila heart (jantung) yang dimaksud, ketahuilah
hahwa jantung merupakan organ penting tubuh yang mana dapat dipastikan hampir
tak ada satu tetes darah pun yang tak pernah melewatinya. Jantung menjadi
"terminal" kedatangan dan keberangkatan tiap tetes darah dari dan
sebelum pergi menuju organ-organ tubuh yang menjadi tujuannya. Jantung menjadi
tempat aktititas penting dimana seluroh darah dipompa dan diedarkan ke seluroh
bagian tubuh.
Ø HATI ADALAH "ISTANA"
ALLAH
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
adalah mereka yang apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan
apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka
(karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal." (QS. Al Anfaal: 2).
Dalam khotbah terakhirnya, Rasulullah Saw.
bersabda:
"Kalian benar-benar akan berjumpa dengan
Allah. Dan Dia benar-benar akan menghisab (menghitung) amal perbuatanmu."
Hati adalah "istana" Allah, tempat
"jumpa bertegur sapa" seorang hamba dan Khalik-nya. Tempat
"dialog" mesra seorang hamba dengan sang Maha Kasih. Tempat Allah
menurunkan ilham dan petunjuk-Nya. Karena sang Maha Kasih adalah bersih, suci,
dan penuh kesucian, serta menginginkan segala yang suci-bersih, maka hal yang
mustahil sebuah istana akan "dihampiri" oleh sang Raja jika situasi
dan kondisi tidak bersih, suci, dan indah.
Bila direnung, bagaimana seorang Raja nan Agung
berkenan "hadir" pada kondisi istana yang penuh debu, kusam, tak
terawat, malah penuh dengan kutu busuk yang membawa penyakit. Demikian pula
dengan sebuah hati. Suatu yang sangat mustahil akan memancarkan kemilau keindahan,
jika hati tersebut penuh dengan kekusaman dan onak serta debu.
Oleh
karenanya, bila menginginkan keindahan sebuah istana, tiada jalan lain kecuali
berupaya membersihkan secara tuntas dan lugas semua debu-debu yang menempel.
Memang bukan sebuah pekerjaan ringan membersihkan karat yang terlalu lama
menempel dalam sebuah bejana. Perlu waktu lama untuk membersihkan lumut yang
terlalu keras merambat dalam sebuah pori-pori bak hati. Tidak sedikit tenaga
dikuras untuk membersihkan sebuah sumur yang kotor, amis, menjijikan. Tidak
gampang menguras kotoran yang terlalu lama terpendam.
Namun, tidak akan dirasa beratnya sebuah
pendakian, jika dilakukan dengan sebuah kecintaan. Tidak terasa pedih sengatan
panas, jika yang dituju adalah dambaan. Malah, cacian dan cercaan orang terasa
sebagai suatu keindahan, jika ujung penantian adalah kemesraan.
Begitu pulalah dengan pembersihan hati. Jika
ujung akhir perjalanan adalah jumpa dengan sang Pujaan, Allah Swt., mengapa
perlu dipikirkan segala cacian dan cercaan orang? Mengapa perlu dirasa setiap
cemoohan? Mengapa perlu disedihkan nasib buruk yang menimpa? Mengapa perlu
disesalkan masalah demi masalah yang menghadang? Mengapa keluh kesah terlontar
di dalam merasakan kecapean? Bukankah kesabaran adalah pancaran keindahan Asma Allah?
Sesungguhnya bagi hamba yang cinta Allah, maka Allah akan membantu segala apa
yang dikerjakannya, sebagaimana dalam firman Allah Swt.:
"Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan
ni'mat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara
tentara. Lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak
dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu
kerjakan," (QS. Al Ahzab: 9).
Allah mengirim bantuan bagi hamba-hamba-Nya,
tanpa sang hamba mengetahuinya. Karena itu, mengapa pula perlu bersedih hati
dan berkeluh kesah? Oleh karenanya, keuletan adalah cirri manusia yang teruji
imannya. Cacian dan cercaan yang diterima adalah gambaran pengikut pola sang
Panutan, Rasulullah. Mengapa nafs/diri tetap berontak jika mengkondisikan sebagai
pengikut sang Kekasih Allah, Muhammad Rasulullah?
Dalam sebuah Hadits Qudsi Allah berfirman:
"Apabila telah Ku-bebankan kemalangan
(bencana) kepada salah seorang hamba-Ku pada badannya, hartanya, atau anaknya,
kemudian dia menerima dengan sabar yang sempurna. Aku merasa enggan menegakkan
timbangan baginya pada hari kiamat atau membukukan buku catatan amalannya
baginya." (HR. Ad-Dailami
dan Al Hakimut Turmudzi dari Anas ra.).
Apa dibalik itu semua?
Dalam Alquran, Allah berfirman:
"....Mereka tidak menjadi lemah karena
bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula)
menyerah. Dan Allah mengasihi orang-orang yang sabar." (QS. Ali-Imran: 146)
"Kehadiran" Allah dalam kebersihan hati
seorang hamba, itulah pengejaran setiap insani. Jumpa Allah, hilang kesan makhluq
di sekeliling keagungan Illahi. Fenomena nampak maya dalam dekapan mata kepala.
Urusan kepahitan dunia adalah kecemburuan penegak kekokohan cinta hamba.
Kesukaran demi kesukaran hidup yang dihadapi adalah seumpama senyum kebahagiaan
pembuka jalan kepada sang Keindahan. Cacian dan cercaan yang diterima adalah
luapan rasa keterdekatan. Gempuran nafsu berupa bencana, masalah dan kesulitan-kesulitan
hidup adalah awal perjuangan pembuka jalan pada jumpa sang Pujaan, Allah Swt.
Tiada kepedihan dan keluh kesedihan, jika ingin jumpa Allah. Kebersihan hati
adalah pembuka jalan untuk jumpa dengan-Nya.
Sebagaimana yang dikatakan Rabi'ah:
"Jika cintamu itu betul, tentu engkau mentaati-Nya.
Karena sesungguhnya orang yang cinta akan selalu patuh terhadap orang yang
dicintai-Nya."
Jika yang dikejar diri adalah jumpa Allah, maka
diri berusaha bagaimana cinta itu timbul dari dalam hati. Diri berusaha agar
tidak menimbulkan kesalahan dan ketidak senangan-Nya. Diri berusaha agar tidak
melanggar larangan-larangan-Nya. Diri berusaha untuk melakukan apa-apa yang disukai-Nya.
Diri bersegera dan dengan ringan hati mengerjakan perintah-perintah-Nya. Setiap
saat yang terpandang hanyalah sikap dan perbuatan Allah. Dimanapun diri berada,
mata hanyalah memandang keindahan tampilan-Nya. Tiada kata yang terucap kecuali
menyebut ke-Agungan-Nya. Aduhai.... inilah cinta.
Jati diri lenyap dalam lautan ke Maha Luasan
Kasih-Nya. Oleh karenanya, pemberian apapun dari-Nya dipandang diri sebagai
suatu keindahan. Rasa sakit suatu "cubitan" sang Kekasih pun
dirasakan diri sebagai suatu keindahan. Itulah cubit kasih yang menyayangi. Pukulan
keras berupa bencana dan kesulitan-kesulitan hidup yang menimpa, itulah
pertanda Sang Kekasih sedang cemburu pada diri.
Rasulullah bersabda:
"Tidak ada yang lebih suka dipuji selain
dari Allah SWT.. Karena itu Dia memuji diri-Nya sendiri. Dan tidak ada yang
lebih pencemburu dari Allah. Karena itulah Dia mengharamkan segala yang
keji." (HR. Muslim)
Imam Ghazali berujar:
"Barang siapa yang mengaku cinta kepada Allah
Swt., tetapi berkeluh kesah dari bala, maka dia adalah pembohong."
Berkata Sahl:
"Tanda-tanda cinta Allah adalah cinta Alquran,
tanda cinta Allah dan Qur'an adalah cinta kepada Nabi Muhammad Saw., tanda
cinta Nabi Muhammad adalah cinta sunnah, tanda cinta sunnah adalah cinta
akhirat, tanda cinta akhirat adalah benci dunia (hati tak terpengaroh dunia),
dan tanda benci dunia adalah tidak mengambil darinya kecuali sebagai bekal dan
persiapan menuju akhirat."
Aduhai cinta...... Cintalah yang dapat membobol
segalanya. Dengan cinta, tetesan air hujan terasa alunan irama kasih. Karena cinta.....lautan
api pun tiada takut untuk diseberangi....”
Ø HATI adalah CERMIN
Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya dalam
diri manusia terdapat segumpal darah, apabila ia baik maka baiklah seluroh
tubuhnya. Apabila ia buruk, maka buruklah seluroh tubuhnya (alaa wahiyal qolbu)
ia adalah hati”, (HR. Bukhori wa Muslim).
Pada awalnya setiap manusia memiliki sebuah hati
yang bersih. Mereka dilahirkan kedunia dengan keadaan suci tanpa membawa suatu
dosa. Sebagaimana sabda rasulullah Muhammad Saw. bahwa setiap bayi yang
dilahirkan ke dunia dalam keadaan fitrah. Namun seiring dengan berjalananya
waktu dan bertambahnya usia manusia, hati mulai dipenuhi oleh berbagai hal yang
berasal dari luar, baik yang bersifat negatif maupun yang bersifat positif.
Apabila hati dipenuhi oleh berbagai hal yang positif maka yang akan muncul dari
pribadinya adalah sifat-sifat baik seperti kasih sayang, suka menolong, peduli
terhadap sesama dan berbagai tindakan positif lainnya, yang tidak hanya
menguntungkan bagi dirinya saja tetapi juga bagi orang di sekitarnya,
insyaallah.
Lain halnya jika hati ternodai oleh sifat-sifat
buruk, pikiran-pikiran negatif dan lain sebagainya. Tentu hal-hal tercelalah
yang akan mendominasi kepribadiannya. Dan ini jelas tidak hanya merugikan
dirinya sendiri, tetapi orang disekitarnya akan merasakan imbas dari perilaku
buruknya.
Hati, menurut imam al ghozali dalam kitabnya,
ihya ulummudiin, umpama prajurit pemburu. Badan adalah kendaraan (kuda) nya,
sedangkan kemarahan dan syahwat adalah anjing-anjingnya. Maka tatkala kuda dan
anjing-anjing itu tunduk kepadanya. Tercapailah apa yang ditujunya. Begitu pula
tatkala qolbu itu mampu mengendalikan badan, kemarahan, dan syahwat, maka
seseorang tersebut telah mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya yaitu
ketentraman jiwa yang akan mengantarkannya pada kehidupan bahagia baik di dunia
maupun diakhirat.
Masih menurut imam al Ghazali, hati ibarat sebuah
cermin yang apabila cermin itu bersih maka akan tampak padanya sifat-sifat
manusia. namun, ketika cermin itu tertutup oleh debu atau bahkan telah
berkarat, sedangkan tidak ada yang menggosoknya, maka ia tidak akan bisa
melihat perbuatannya itu baik atau buruk. Sehingga sulit baginya tuk melakukan
perbaikan, karena ia tidak tahu dan sadar akan sikap buruk yang ia lakukan.
Sebaliknya, dengan cermin yang bersih, dengan
hati yang bersih kita bisa melihat perbuatan kita, apakah itu baik atau buruk.
Hal ini akan mempermudahkan kita tuk melakukan perbaikan setiap saat. Bagaimana
caranya? Bisa dengan melakukan introspeksi diri. Dan inilah kiranya cara ampuh
tuk menjaga hati agar tetap bersih. Terus apa manfaatnya ketika kita melakukan
introspeksi diri? Minimal kita mampu melihat apa kesalahan-kesalahan yang telah
kita perbuat dimasa lalu atau yang baru saja terjadi. Hal ini akan menuntun
kita untuk senantiasa melakukan perbaikan diri. Sehingga kualitas iman menjadi
lebih baik dan bermakna.
Bagaimana dengan cermin yang berkarat? Apa yang
bisa kita andalkan dari sebuah cermin yang telah berkarat. Ia tidak lagi
memiliki nilai yang lebih. Malah bisa digolongkan sebagai barang rongsokan.
Mengapa? Karena memang ia tidak lagi berfungsi baik sebagai sebuah cermin yang
digunakan tuk bercermin. Jika hati manusia seperti cermin berkarat, yang tidak
bisa digunakan untuk berinstrospeksi tentu akan susah baginya untuk
mengidentifikasi apakah perbuatannya itu Benar ataukah salah.
Inilah yang dimaksud dalam sabda Rasulullah Saw.,
“sesungguhnya hati itu berkarat seperti besi yang berkarat”. Ketika seorang
sahabat bertanya: “Bagaimana menghilangkannya?” Beliau menjawab, “Mengingat
mati dan membaca Alquran”
Untuk bisa melewati syirat, seorang manusia
membutuhkan modal dasar untuk melangkah menuju surga. Dan modal dasar itu tak
lain adalah Qolbu. Qolbu atau hati yang bersih dan suci menjadikan sang
pemiliknya melakukan ibadah dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan. Segala
ibadah yang dilakukannya semata-mata untuk mengharapkan ridho Allah ta’ala.
pikirannya jauh dari prasangka-prasangka buruk terhadap Tuhannya. Saat
beribadah, ia selalu merasa bahwa Allah senantiasa mengawasinya, sehingga ia
akan dengan sepenuh hati menjaga kualitas ibadahnya.
“Rasulullah bertanya pada para sahabat, ‘Apakah
yang dimaksud dengan ihsan?’ Rasulullah menjawab, ‘Beribadahlah kepada Allah
azza wa Jalla seakan-akan engkau melihat-Nya dan seandainya engkau tidak dapat
melihatNya engkau yakin bahwa Dia melihatmu’,” (HR. Bukhori dan Muslim).
Sebuah syair yang indah dari Yahya bin Muadz Ar
Razi ra. Menggambarkan tentang betapa besarnya peranan hati terkadap kehidupan
manusia.
Beliau bersyair: “Padang di dunia ditempuh dengan
jalan kaki dan padang di akhirat di tempuh dengan hati.”
“Barang siapa yang memusatkan hatinya kepada
Allah, niscaya akan terbukalah sumber-sumber hikmah dalam hatinya dan mengalir
melalui lisannya”
Demikianlah bagaimana Allah menciptakan segumpak
darah (hati) dan menarohnya di dalam dada manusia agar manusia benar-benar
menjaganya. Karena ia adalah kunci pembuka pintu surga. Sebagaimana syair di
atas, bahwa perjalanan ke akhirat pun harus ditempuh dengan hati tidak bisa
dengan hanya bermodalkan dua kaki yang kecil. Tujuan yang besar harus ditempuh
dengan modal yang besar pula. Yaitu dengan menjaga hati agar tetap bersih,
tidak tercampur dengan noda-noda maksiat.
Semoga Allah senantiasa mengaruniakan hati yang
senantiasa bersih dan memberikan kekuatan sabar pada diri kita agar bisa
melawan hawa nafsu yang senantiasa berkecamuk dalam hati. Amin
Ø Baik Hati Adalah Emas di Dalam Jiwa
Di dalam kehidupan ada banyak orang yang lugu dan
baik hati. Namun pada umumnya seiring dengan standar moralitas umat manusia
yang melorot, manusia kadang kala bisa beranggapan bahwa orang yang baik hati
itu sangat tolol dan bodoh. Sesungguhnya baik hati adalah etika moralitas yang
paling tinggi di antara karakter manusia, orang yang berbuat banyak kebajikan,
patut dikagumi. Jikalau seseorang memiliki hati yang baik, barulah bisa
menyempurnakan kehidupannya sendiri.
Seseorang tidak serta-merta rugi sesuatu hanya
dikarenakan kebaikan hati dan perbuatan baiknya sendiri, malah sebaliknya ia
akan memperoleh imbalan rejeki berkat akumulasi berkahnya. Meskipun pada hal-hal
sepele di dalam kehidupan sehari-hari, orang yang baik hati juga bisa merasa
gembira atas suka cita orang lain, merasa bahagia atas kebahagiaan orang lain,
pada setiap saat tidak akan bergendang paha dan merugikan orang lain demi
keuntungan diri sendiri. Insan yang bermoral jiwanya bertalian dengan Tuhan, di
kala marabahaya senantiasa hanya keterkejutan yang dialami tapi tidak sampai
membahayakan, memperoleh kemujuran dikala bencana, menjumpai kesulitan akan
beralih menjadi suka-cita. Di tengah kehendak takdir, Tuhan melindungi orang
yang baik hati.
Semua orang yang berkhianat dan licik di dalam
masyarakat, seperti Hitler, Qin Hui dan sebangsanya, walau merasa diri sendiri
pandai, toh akhirnya tak mampu mengandalkan pengkianatan dan kelicikannya untuk
merubah nasib mereka yang berkesudahan dengan memalukan.
Suatu hari dalam perang dunia ke-2, panglima
tertinggi pasukan sekutu di Eropa, Eisenhower di suatu tempat di Perancis
berkendaraan pulang menuju pusat komando untuk mengikuti rapat dadakan
kemiliteran. Pada hari tersebut turun hujan salju dengan deras, udara terasa
sangat dingin, mobil melaju seperti barisan tamu sepanjang jalan. Tiba-tiba ia
melihat sepasang suami isteri Perancis duduk di pinggir jalan dan menggigil
kedinginan. Ia segera memerintahkan penterjemah disebelahnya untuk turun
menanyakan keadaan mereka. Seorang penasehat dengan sigap mengingatkannya: “Kita
harus tiba di rapat pusat komando dengan tepat waktu, persoalan semacam ini
sebaiknya diserahkan kepada pihak kepolisian setempat.” Akan tetapi
Eisenhower bersikukuh: “Apabila menunggu pihak polisi datang, sepasang suami
isteri tua ini barangkali sudah mati kedinginan”
Melalui tanya jawab baru diketahui bahwa sepasang
orang tua tersebut sedang dalam perjalanan mengungsi ke Paris ke rumah anaknya,
tetapi mobilnya malah mogok di tengah jalan. Di tempat itu selain jauh dari
desa juga tak nampak adanya pertokoan, maka tak tahu bagaimana baiknya. Sesudah
mendengar penuturan mereka Eisenhower segera meminta mereka menaiki kendaraan,
malahan dengan khusus mengantar si pasangan tua tersebut ke Paris. Setelah itu
barulah mereka menuju ke pusat komando.
Tidak pernah terpikir di benak Eisenhower
melakukan kebajikan tersebut dengan pamrih. Akan tetapi, kebaikannya ternyata
telah memperoleh imbalan yang tak terbayangkan. Ternyata pada hari itu tentara
penyergap Nazi-Jerman sudah sejak pagi mendekam di dekat jalan yang harus
dilalui oleh mereka, tinggal menunggu momentum dimana mobilnya melintas maka
dengan segera akan dilakukan pembunuhan rahasia. Andaikata bukan demi membantu
si pasangan sepuh lalu merubah perjalanan berkendara mereka, ia kemungkinan
besar akan sangat sulit terhindar dari malapetaka tersebut. Jikalau Eisenhower
mengalami penyergapan dan gugur, maka sejarah perang dunia ke-2 sangat mungkin akan
ditulis ulang.
Apakah yang paling berharga di dalam kehidupan
manusia? Yu Guo menjawab dengan bagus: Baik hati. “Baik hati adalah mutiara
langka di dalam sejarah, orang yang baik hati hampir boleh dikatakan lebih
unggul daripada tokoh besar. Penulis Amerika Mark Twain menyebutkan baik hati
adalah semacam bahasa lintas global, ia bisa membuat orang buta “melek” dan
orang tuli œmendengar.
Hati yang bajik berkilauan bagaikan emas murni,
bersih dan kemilau bagaikan sari embun. Hati yang bajik pasti luas dan lapang,
mampu mewadahi seluroh mahluk alam semesta, dan menciptakan kesejahteraan bagi
kehidupan umat manusia. Orang yang berbuat kebaikan tanpa pamrih acap kali bisa
memperoleh imbalan tak terduga, ini merupakan kodrat alami dari sebab-akibat
yang gilir berputar. Manusia yang baik hati seringkali membahagiakan orang
lain, yang sesungguhnya juga membawa rezeki bagi dirinya sendiri. “Membantu
orang lain, sama dengan membantu diri sendiri.” Perkataan ini mutlak bukan
hanya berupa imbalan sebab akibat yang sederhana, melainkan adalah hal pokok
menjadi seorang manusia.
Biarkanlah kebajikan eksis bersamaan dengan jiwa,
ini merupakan berkah besar bagi manusia. Asalkan terdapat kebajikan di dalam
jiwa, tentu keceriaan akan sering hadir dalam kehidupan; asalkan terdapat
kebajikan di dalam jiwa, kebahagiaan akan senantiasa mendampingi kehidupan
seseorang; dengan adanya kebajikan di dalam kehidupan, barulah jiwa bisa
membubung dengan tiada henti. Baik hati adalah emas di dalam kehidupan, baik
hati adalah sinar kehidupan yang paling mulia di dalam karakter manusia.
Ø Hati Adalah Jiwa
Seorang pria telungkup di
tengah lapangan yang luas di bawah teriknya sinar matahari, dengan tas di
sampingnya. Lalu segerombolan orang menghampiri dan memeriksa keadaan pria
tersebut. Meninggal, kata salah satu orang gerombolan tersebut. Mereka kemudian
sepakat membuka tas di samping pria itu dan mencari tahu apa yang sebenarnya
yang terjadi. Ternyata mereka semua berpikiran sama, andai tas itu
terbukasesaat sebelumnya, maka pria tersebut mungkin tidak meninggal dalam
keadaan seperti ini.
Apakah isi tas itu? Ternyata
isi tas itu adalah parasut. Parasut itu gagal terbuka pada saat si pria
melakukan terjun payung. Memang sangat menyedihkan dan naas. Parasut yang tidak
begitu besar menjadi penentu keselamatan jiwa para penerjun payung. Dan, begitu
jugalah hati kita. Hati hanya akan berfungsi jika dalam keadaan terbuka, open
heart-lah istilahnya gitu. Hati akan menjadi penyelamat.
Kita akan menyerap petunjuk
lebih mudah, menerima hidayah lebih mudah dan berprilaku lebih mulia. Jangan
biarkan hati tertutup dengan butir-butiran kotoran hati, yang akan kian menebal
jika tidak segera dibersihkan. Karena pada keadaan tertentu, kotoran hati tidak
dapat dibersihkan hanya dengan sekali-dua kali kilapan 'wing porselen'! Kotoran
hati tersebut sudah menjadi bagian dari prilaku dan sikap keseharian manusia.
Oleh karena itu: "Perhatikanlah
hatimu karena ia akan menjadi pikiranmu, Perhatikanlah pikiranmu karena ia akan
menjadi perkataanmu, Perhatikanlah perkataanmu karena ia akan menjadi
perbuatanmu, Perhatikanlah perbuatanmu karena ia akan menjadi kebiasaanmu, Perhatikanlah
kebiasaanmu karena ia akan menjadi karaktermu, Dan perhatikanlah karaktermu
karena ia akan menjadi lintasan hatimu".
Semuanya kembali kediri kita
masing-masing. Tanyakan pada diri sendiri apa yang akan terlintas dalam hati
kita pada saat ini, saat itu, dalam keadaan ini, dan jika berada dalam keadaan
itu. Karena kalau bukan diri sendiri yang bertanya lalu siapa lagi...? just
try to do better'
Sebuah Perenungan
Hati Adalah Wadah
Jika ingin
membersihkan air, maka akan kau singkirkan segala hal yang dapat mengotorinya. Anggota
tubuhmu ini seperti selokan-selokan yang bermuara ke hati. Karena itu, jangan
kau alirkan kotoran ke dalam hatimu, seperti pergunjingan, pengadu dombaan,
ucapan yang buruk, pandangan yang haram, dan lain sebagainya. (Ibnu ‘Atha illah Askandari)
No comments:
Post a Comment