Tuesday, March 13, 2012

Fungsi Hati


Dapat kita amati bagian tubuh kita terdapat tiga unsur penting, yaitu tentang akal, hati, dan kemaluan. Unsur akal yang letaknya di atas, kemaluan di bawah, dan hati ditengah-tengah. Fungsinya akal adalah berpikir, posisinya di atas dan kecenderungannya adalah semakin mengangkat ke atas. Hal ini memicu perasaan semakin mulia (atas) sehingga potensial untuk ujub (sombong). Kalau sempat amati dalam hati saja (jangan dilisankan) orang-orang pandai di sekitar kita, minimal yang pernah kita jumpai atau kenali. 
Selanjutnya, fungsinya adalah melampiaskan hasrat (syahwat), letaknya di bawah dan kecenderungannya semakin ke bawah. Bila tidak menjaga dan mengatur Kemaluannya dengan baik, semakin menekan ke bawah (kehinaan) ibarat binatang. 
Sedangkan hati berada ditengah-tengah antara akal dan kemaluan. Fungsinya mengontrol (menarik) kerja akal agar tidak terlampau ke atas dan mengontrol (mengangkat) peran kemaluan agar tak terlalu ke bawah. Fungsi hati ini ibarat mempunyai dua gerigi, yakni satu rantai terhubung akal dan satunya lagi terhubung ke kemaluan. Coba amati lagi orang-orang yang banyak (sering) menggunakan akalnya (berpikir), dia biasanya sering lupa mengurusi kebutuhan kemaluannya. Begitu pula sebaliknya. 

Keadaan-keadaan faktual orang yang berpuasa adalah lemas sekujur tubuh karena keterbatasan suplai energi bagi tubuh. Komponen fisik biologis diatur demikian agar akal dan kemaluan mendapat distribusi energi yang minimal, dan memberi kesempatan instrumen hati untuk membangkitkan vitalitasnya (istilahnya over haul; dibersihkan dan direparasi fungsi-fungsi semestinya). 
Fase Sebulan Ramadhan adalah waktu wajib untuk reparasi dan perawatan hati. Bila istiqomah ingin melakukan perawatan lebih, aturan waktu dan caranya tersedia dalam puasa sunnah. Hati yang sehat adalah hati yang mampu menyaring unsur-unsur yang meracuni totalitas tubuh dan dibuang melalui saluran sistem eskresi. Hati berfungsi menyaring unsur-unsur racun berupa maksiat kepada Tuhan dalam melanjutkan proses ketaatan pada-Nya. Selain itu hati adalah instrumen untuk menangkap sinyal-sinyal spiritual (hidayah); ibarat cermin yang bersih mampu menangkap pesona dan pesan-pesan keimanan yang metafisik (ghaib).
Dengan demikian dari paparan di atas terdapat tiga fungsi hati bagi kehidupan kita, yaitu:
  • Hati nurani berfungsi sebagai pegangan, pedoman, atau norma untuk menilai suatu tindakan, apakah tindakan itu baik atau buruk.
  • Hati nurani berfungsi sebagai pegangan atau peraturan-peraturan konkret di dalam kehidupan sehari-hari.
  • Hati nurani berfungsi menyadarkan manusia akan nilai dan harga dirinya.

Ada suatu hadis yang mengatakan bahwa “Sesungguhnya di dalam tubuh kita ada segumpal daging yang kalau baik keadaannya maka baik pulalah seluroh tubuh kita dan apabila buruk keadaannya maka buruk pulalah tubuh kita. Segumpal daging tersebut adalah qalbu (hati)”.
Fungsi dari hati dalam tubuh kita (dari sisi faal) adalah untuk menyaring seluroh racun yang ada di dalam darah agar tidak mengganggu fungsi faal lainnya. Jadi kalau hati atau lever kita baik, maka seluroh tubuh kita akan sehat.
Fungsi dari qalbu adalah untuk menyaring segala racun agar tidak mengganggu aqidah, tauhid, iman dan akhlak kita. Dengan demikian secara analogi kalau qalbu kita baik maka aqidah, tauhid, iman dan akhlak kita niscaya akan baik. Sebaliknya bila qalbu kita rusak maka aqidah, tauhid, iman dan akhlak kita akan rusak pula. Qalbu adalah cahaya Allah agar selalu dijaga agar tetap menyala sehingga jiwa kita akan selalu terang dalam melihat serta membedakan mana yang baik dan mana yang jelek dan mana yang halal dan mana yang haram. Cara menjaga agar qalbu kita tetap menyala adalah mengusahakan agar qalbu kita selalu tersambung dengan aliran hidayah sehingga setiap saat kita selalu memperoleh hidayah untuk selalu dapat membedakan halal haram dan baik buruk dan kita selalu berpihak pada yang baik dan halal serta meninggalkan yang buruk dan haram.
Pada intinya adalah hati merupakan organ vital bagi manusia dan sebagai alat untuk menyaring dari segala racun agar tidak mengganggu aqidah, tauhid, iman dan akhlak kita dan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga dapat menjalankan perintahnya dan menjauhkan diri dari apa yang dilarangnya.

Ø  Hati Adalah Pemimpin
Peran hati terhadap seluroh anggota badan ibarat raja terhadap para prajuritnya. Semua bekerja atas dasar perintahnya dan tunduk kepadanya. Di kemudian hari hati akan ditanya tentang para prajuritnya. Sebab setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban”, (QS. Al-Israa: 36).
Rasulullah Saw. bersabda:
Ketahuilah, di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik maka baik pulalah seluroh tubuh. Dan apabila ia rusak maka rusak pulalah seluroh tubuh. Ketahuilah itu adalah hati”, (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka, memperhatikan dan meluruskan hati merupakan perkara yang paling utama untuk diseriusi oleh orang-orang yang menempuh jalan menuju Allah. Demikian pula dengan mengkaji penyakit-penyakit hati dan metode mengobatinya merupakan bentuk ibadah yang utama bagi ahli ibadah.

Ø  Hatimu Saudaraku, semoga Allah memberkatimu?
Jangan kotori hatimu. Hati yang kotor tidak akan pernah sampai kepada Allah dan tidak akan pernah hidup bahagia, Hati adalah segala-galanya. Seorang ahli ibadah yang hatinya kotor, kelak dilempar ke neraka. Ibadah tidak merubahnya. Ibadah tidak berguna bagi mereka. Amalan hati lebih penting daripada amalan badan, walau keduanya sama penting. Semoga hati kita benar-benar menjadi pemimpin yang baik dan bertangung jawab.

Ø  Kedamaian Hati Adalah Kedamaian Sejati
Seorang Raja mengadakan sayembara dan akan memberi hadiah berlimpah kepada siapa saja yang bisa melukis tentang kedamaian. Ada banyak seniman dan pelukis yang berusaha keras untuk memenangkan lomba tersebut.
Ketika sayembara telah usai, sang Raja berkeliling melihat-lihat hasil karya mereka. Hanya ada dua buah lukisan yang paling disukainya. Tapi, sang Raja harus memilih satu di antara keduanya.
Lukisan pertama menggambarkan sebuah telaga yang tenang. Permukaan telaganya bagaikan cermin sempurna yang mematulkan kedamaian gunung-gunung yang menjulang tenang disekitarnya. Di atasnya terpampang langit biru dengan awan putih berarak-arak. Semua yang memandang lukisan ini akan berpendapat, inilah lukisan terbaik mengenai kedamaian.
Lukisan kedua menggambarkan pegunungan juga. Namun tampak kasar dan gundul. Di atasnya terlukis langit yang gelap dan merah menandakan turunnya hujan badai, sedangkan tampak kilat menyambar-nyambar liar. Di sisi gunung ada air terjun deras yang berbuih-buih, sama sekali tidak menampakkan ketenangan dan kedamaian.
Tapi, sang Raja melihat sesuatu yang menarik, di balik air terjun itu tumbuh semak-semak kecil diatas sela-sela batu. Di dalam semak-semak itu seekor induk burung pipit meletakkan sarangnya. Jadi, ditengah-tengah riuh rendahnya air terjun, seekor induk pipit sedang mengerami telurnya dengan damai. Benar-benar damai.
Lukisan manakah yang memenangkan lomba? Sang Raja memilih lukisan nomor dua.
“Wahai Raja, kenapa Raja memilih lukisan nomor dua?” Sang Raja menjawab, “Kedamaian bukan berarti kau harus berada di tempat yang tanpa keributan, kesulitan atau pun pekerjaan yang keras dan sibuk. Kedamaian adalah hati yang tenang dan damai, meskipun kau berada di tengah-tengah keributan luar biasa.”
“Kedamaian hati adalah kedamaian sejati.”

Ø  Bila Hati adalah Jantung
Akhir-akhir ini kita melihat betapa sebuah majelis atau forum yang membahas tentang "hati" menjadi begitu hanyak diminati. Me-manage hati, menjadi sesuatu yang disarankan untuk dilakukan dewasa ini.
Banyak keberhasilan material diraih orang-orang modern, tapi banyak pula yang merasa ada sesuatu yang "hilang" dan gagal diraih dalam hidupnya, yaitu mendapatkan kedamaian hati.
Hal itu justru terjadi di tengah-tengah hiruk pikuknya kesuksesan seseorang membangun "kerajaan" dunia materinya. Di tengah derasnya aliran kekayaan harta yang datang, banyak individu tenggelam di tengah kesediahan berupa kegersangan hidup, kehilangan makna dan ketenangan batin.
Mengapa hati kita seringkali menjadi tidak tenang dan tidak damai? Kerena ada gejolak "tuntutan" dalam hati yang tidak terpenuhi, sehingga deru ombak tuntutan hati tersebut selalu bergejolak dan menggelora di dalamnya setiap saat.
Singkat kata ada sesuatu yang belum dapat dipenuhi oleh kebanyakan orang-orang modern, yaitu mewujudkan tuntutan suara hatinya yang paling dalam.
Hati ini menjadi tenang dan damai bila tak lagi bergejolak, dikarenakan semua tuntutan yang berasal darinya (suara hati) dapat diwujudkan.
Pernahkan Anda merasakan, apa yang dikatakan oleh hati Anda? Bila Anda sedang makan di sebuah warung makan, kemudian datang seorang anak kecil (peminta-minta) di samping Anda. Tentunya Anda akan memberi anak kecil tersebut sedikit makanan atau sepeser uang.
Apakah hati Anda menjadi tenang? Ya, hati Anda menjadi tenang karena apa yang dikatakan oleh hati Anda yang terdalam ("beri anak kecil itu bantuan! kasihan dia"), telah Anda wujudkan. Namun apa yang terjadi bila Anda tidak memberikan apapun terhadap anak kecil peminta-minta yang hadir di depan Anda itu? Hati kita menjadi tak tenang, seakan-akan ada sesuatu berupa dorongan dari dalam hati kita yang terus bergejolak bahkan bersuara keras memprotes tindakan kita!
Hati kita tidak tenang dan tidak hahagia, karena ada tuntutan dari dalam hati yang terus bergejolak hanya bila kita sesegera mungkin mewujudkannya. Kita tidak berbahagia karena sering berbuat yang bertentangan dengan kata hati kita. Hati sanubari yang terdalam, yang menuntut kita untuk berbuat sesuai dengan fitrah diri kita.
"Mereka tidak bahagia, karena tidak bekerja sebagaimana "hati" kita bekerja!" komentar seorang penceramah, yang kebetutan searang dokter ahli spesialis jantung.
Menurutnya, bila pengertian "hati" dipahami secara sederhana dalam bentuk fisik maka paling tidak terdapat dua macam organ fisik tubuh manusia dimaksud. Kita mengenal apa yang dimaksud dengan "hati" adalah heart (jantung) dan lever (hati).
Bila heart (jantung) yang dimaksud, ketahuilah hahwa jantung merupakan organ penting tubuh yang mana dapat dipastikan hampir tak ada satu tetes darah pun yang tak pernah melewatinya. Jantung menjadi "terminal" kedatangan dan keberangkatan tiap tetes darah dari dan sebelum pergi menuju organ-organ tubuh yang menjadi tujuannya. Jantung menjadi tempat aktititas penting dimana seluroh darah dipompa dan diedarkan ke seluroh bagian tubuh.

Ø  HATI ADALAH "ISTANA" ALLAH
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal." (QS. Al Anfaal: 2).
Dalam khotbah terakhirnya, Rasulullah Saw. bersabda:
"Kalian benar-benar akan berjumpa dengan Allah. Dan Dia benar-benar akan menghisab (menghitung) amal perbuatanmu."
Hati adalah "istana" Allah, tempat "jumpa bertegur sapa" seorang hamba dan Khalik-nya. Tempat "dialog" mesra seorang hamba dengan sang Maha Kasih. Tempat Allah menurunkan ilham dan petunjuk-Nya. Karena sang Maha Kasih adalah bersih, suci, dan penuh kesucian, serta menginginkan segala yang suci-bersih, maka hal yang mustahil sebuah istana akan "dihampiri" oleh sang Raja jika situasi dan kondisi tidak bersih, suci, dan indah.
Bila direnung, bagaimana seorang Raja nan Agung berkenan "hadir" pada kondisi istana yang penuh debu, kusam, tak terawat, malah penuh dengan kutu busuk yang membawa penyakit. Demikian pula dengan sebuah hati. Suatu yang sangat mustahil akan memancarkan kemilau keindahan, jika hati tersebut penuh dengan kekusaman dan onak serta debu.
 Oleh karenanya, bila menginginkan keindahan sebuah istana, tiada jalan lain kecuali berupaya membersihkan secara tuntas dan lugas semua debu-debu yang menempel. Memang bukan sebuah pekerjaan ringan membersihkan karat yang terlalu lama menempel dalam sebuah bejana. Perlu waktu lama untuk membersihkan lumut yang terlalu keras merambat dalam sebuah pori-pori bak hati. Tidak sedikit tenaga dikuras untuk membersihkan sebuah sumur yang kotor, amis, menjijikan. Tidak gampang menguras kotoran yang terlalu lama terpendam.
Namun, tidak akan dirasa beratnya sebuah pendakian, jika dilakukan dengan sebuah kecintaan. Tidak terasa pedih sengatan panas, jika yang dituju adalah dambaan. Malah, cacian dan cercaan orang terasa sebagai suatu keindahan, jika ujung penantian adalah kemesraan.
Begitu pulalah dengan pembersihan hati. Jika ujung akhir perjalanan adalah jumpa dengan sang Pujaan, Allah Swt., mengapa perlu dipikirkan segala cacian dan cercaan orang? Mengapa perlu dirasa setiap cemoohan? Mengapa perlu disedihkan nasib buruk yang menimpa? Mengapa perlu disesalkan masalah demi masalah yang menghadang? Mengapa keluh kesah terlontar di dalam merasakan kecapean? Bukankah kesabaran adalah pancaran keindahan Asma Allah? Sesungguhnya bagi hamba yang cinta Allah, maka Allah akan membantu segala apa yang dikerjakannya, sebagaimana dalam firman Allah Swt.:
"Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan ni'mat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara tentara. Lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan," (QS. Al Ahzab: 9).
Allah mengirim bantuan bagi hamba-hamba-Nya, tanpa sang hamba mengetahuinya. Karena itu, mengapa pula perlu bersedih hati dan berkeluh kesah? Oleh karenanya, keuletan adalah cirri manusia yang teruji imannya. Cacian dan cercaan yang diterima adalah gambaran pengikut pola sang Panutan, Rasulullah. Mengapa nafs/diri tetap berontak jika mengkondisikan sebagai pengikut sang Kekasih Allah, Muhammad Rasulullah?
Dalam sebuah Hadits Qudsi Allah berfirman:
"Apabila telah Ku-bebankan kemalangan (bencana) kepada salah seorang hamba-Ku pada badannya, hartanya, atau anaknya, kemudian dia menerima dengan sabar yang sempurna. Aku merasa enggan menegakkan timbangan baginya pada hari kiamat atau membukukan buku catatan amalannya baginya." (HR. Ad-Dailami dan Al Hakimut Turmudzi dari Anas ra.).

Apa dibalik itu semua?
Dalam Alquran, Allah berfirman:
"....Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah. Dan Allah mengasihi orang-orang yang sabar." (QS. Ali-Imran: 146)
"Kehadiran" Allah dalam kebersihan hati seorang hamba, itulah pengejaran setiap insani. Jumpa Allah, hilang kesan makhluq di sekeliling keagungan Illahi. Fenomena nampak maya dalam dekapan mata kepala. Urusan kepahitan dunia adalah kecemburuan penegak kekokohan cinta hamba. Kesukaran demi kesukaran hidup yang dihadapi adalah seumpama senyum kebahagiaan pembuka jalan kepada sang Keindahan. Cacian dan cercaan yang diterima adalah luapan rasa keterdekatan. Gempuran nafsu berupa bencana, masalah dan kesulitan-kesulitan hidup adalah awal perjuangan pembuka jalan pada jumpa sang Pujaan, Allah Swt. Tiada kepedihan dan keluh kesedihan, jika ingin jumpa Allah. Kebersihan hati adalah pembuka jalan untuk jumpa dengan-Nya.
Sebagaimana yang dikatakan Rabi'ah:
"Jika cintamu itu betul, tentu engkau mentaati-Nya. Karena sesungguhnya orang yang cinta akan selalu patuh terhadap orang yang dicintai-Nya."
Jika yang dikejar diri adalah jumpa Allah, maka diri berusaha bagaimana cinta itu timbul dari dalam hati. Diri berusaha agar tidak menimbulkan kesalahan dan ketidak senangan-Nya. Diri berusaha agar tidak melanggar larangan-larangan-Nya. Diri berusaha untuk melakukan apa-apa yang disukai-Nya. Diri bersegera dan dengan ringan hati mengerjakan perintah-perintah-Nya. Setiap saat yang terpandang hanyalah sikap dan perbuatan Allah. Dimanapun diri berada, mata hanyalah memandang keindahan tampilan-Nya. Tiada kata yang terucap kecuali menyebut ke-Agungan-Nya. Aduhai.... inilah cinta.
Jati diri lenyap dalam lautan ke Maha Luasan Kasih-Nya. Oleh karenanya, pemberian apapun dari-Nya dipandang diri sebagai suatu keindahan. Rasa sakit suatu "cubitan" sang Kekasih pun dirasakan diri sebagai suatu keindahan. Itulah cubit kasih yang menyayangi. Pukulan keras berupa bencana dan kesulitan-kesulitan hidup yang menimpa, itulah pertanda Sang Kekasih sedang cemburu pada diri.
Rasulullah bersabda:
"Tidak ada yang lebih suka dipuji selain dari Allah SWT.. Karena itu Dia memuji diri-Nya sendiri. Dan tidak ada yang lebih pencemburu dari Allah. Karena itulah Dia mengharamkan segala yang keji." (HR. Muslim)
Imam Ghazali berujar:
"Barang siapa yang mengaku cinta kepada Allah Swt., tetapi berkeluh kesah dari bala, maka dia adalah pembohong."
Berkata Sahl:
"Tanda-tanda cinta Allah adalah cinta Alquran, tanda cinta Allah dan Qur'an adalah cinta kepada Nabi Muhammad Saw., tanda cinta Nabi Muhammad adalah cinta sunnah, tanda cinta sunnah adalah cinta akhirat, tanda cinta akhirat adalah benci dunia (hati tak terpengaroh dunia), dan tanda benci dunia adalah tidak mengambil darinya kecuali sebagai bekal dan persiapan menuju akhirat."
Aduhai cinta...... Cintalah yang dapat membobol segalanya. Dengan cinta, tetesan air hujan terasa alunan irama kasih. Karena cinta.....lautan api pun tiada takut untuk diseberangi....”

Ø  HATI adalah CERMIN
Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya dalam diri manusia terdapat segumpal darah, apabila ia baik maka baiklah seluroh tubuhnya. Apabila ia buruk, maka buruklah seluroh tubuhnya (alaa wahiyal qolbu) ia adalah hati”, (HR. Bukhori wa Muslim).
Pada awalnya setiap manusia memiliki sebuah hati yang bersih. Mereka dilahirkan kedunia dengan keadaan suci tanpa membawa suatu dosa. Sebagaimana sabda rasulullah Muhammad Saw. bahwa setiap bayi yang dilahirkan ke dunia dalam keadaan fitrah. Namun seiring dengan berjalananya waktu dan bertambahnya usia manusia, hati mulai dipenuhi oleh berbagai hal yang berasal dari luar, baik yang bersifat negatif maupun yang bersifat positif. Apabila hati dipenuhi oleh berbagai hal yang positif maka yang akan muncul dari pribadinya adalah sifat-sifat baik seperti kasih sayang, suka menolong, peduli terhadap sesama dan berbagai tindakan positif lainnya, yang tidak hanya menguntungkan bagi dirinya saja tetapi juga bagi orang di sekitarnya, insyaallah.
Lain halnya jika hati ternodai oleh sifat-sifat buruk, pikiran-pikiran negatif dan lain sebagainya. Tentu hal-hal tercelalah yang akan mendominasi kepribadiannya. Dan ini jelas tidak hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi orang disekitarnya akan merasakan imbas dari perilaku buruknya.
Hati, menurut imam al ghozali dalam kitabnya, ihya ulummudiin, umpama prajurit pemburu. Badan adalah kendaraan (kuda) nya, sedangkan kemarahan dan syahwat adalah anjing-anjingnya. Maka tatkala kuda dan anjing-anjing itu tunduk kepadanya. Tercapailah apa yang ditujunya. Begitu pula tatkala qolbu itu mampu mengendalikan badan, kemarahan, dan syahwat, maka seseorang tersebut telah mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya yaitu ketentraman jiwa yang akan mengantarkannya pada kehidupan bahagia baik di dunia maupun diakhirat.
Masih menurut imam al Ghazali, hati ibarat sebuah cermin yang apabila cermin itu bersih maka akan tampak padanya sifat-sifat manusia. namun, ketika cermin itu tertutup oleh debu atau bahkan telah berkarat, sedangkan tidak ada yang menggosoknya, maka ia tidak akan bisa melihat perbuatannya itu baik atau buruk. Sehingga sulit baginya tuk melakukan perbaikan, karena ia tidak tahu dan sadar akan sikap buruk yang ia lakukan.
Sebaliknya, dengan cermin yang bersih, dengan hati yang bersih kita bisa melihat perbuatan kita, apakah itu baik atau buruk. Hal ini akan mempermudahkan kita tuk melakukan perbaikan setiap saat. Bagaimana caranya? Bisa dengan melakukan introspeksi diri. Dan inilah kiranya cara ampuh tuk menjaga hati agar tetap bersih. Terus apa manfaatnya ketika kita melakukan introspeksi diri? Minimal kita mampu melihat apa kesalahan-kesalahan yang telah kita perbuat dimasa lalu atau yang baru saja terjadi. Hal ini akan menuntun kita untuk senantiasa melakukan perbaikan diri. Sehingga kualitas iman menjadi lebih baik dan bermakna.
Bagaimana dengan cermin yang berkarat? Apa yang bisa kita andalkan dari sebuah cermin yang telah berkarat. Ia tidak lagi memiliki nilai yang lebih. Malah bisa digolongkan sebagai barang rongsokan. Mengapa? Karena memang ia tidak lagi berfungsi baik sebagai sebuah cermin yang digunakan tuk bercermin. Jika hati manusia seperti cermin berkarat, yang tidak bisa digunakan untuk berinstrospeksi tentu akan susah baginya untuk mengidentifikasi apakah perbuatannya itu Benar ataukah salah.
Inilah yang dimaksud dalam sabda Rasulullah Saw., “sesungguhnya hati itu berkarat seperti besi yang berkarat”. Ketika seorang sahabat bertanya: “Bagaimana menghilangkannya?” Beliau menjawab, “Mengingat mati dan membaca Alquran”
Untuk bisa melewati syirat, seorang manusia membutuhkan modal dasar untuk melangkah menuju surga. Dan modal dasar itu tak lain adalah Qolbu. Qolbu atau hati yang bersih dan suci menjadikan sang pemiliknya melakukan ibadah dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan. Segala ibadah yang dilakukannya semata-mata untuk mengharapkan ridho Allah ta’ala. pikirannya jauh dari prasangka-prasangka buruk terhadap Tuhannya. Saat beribadah, ia selalu merasa bahwa Allah senantiasa mengawasinya, sehingga ia akan dengan sepenuh hati menjaga kualitas ibadahnya.
“Rasulullah bertanya pada para sahabat, ‘Apakah yang dimaksud dengan ihsan?’ Rasulullah menjawab, ‘Beribadahlah kepada Allah azza wa Jalla seakan-akan engkau melihat-Nya dan seandainya engkau tidak dapat melihatNya engkau yakin bahwa Dia melihatmu’,” (HR. Bukhori dan Muslim).
Sebuah syair yang indah dari Yahya bin Muadz Ar Razi ra. Menggambarkan tentang betapa besarnya peranan hati terkadap kehidupan manusia.
Beliau bersyair: “Padang di dunia ditempuh dengan jalan kaki dan padang di akhirat di tempuh dengan hati.”
“Barang siapa yang memusatkan hatinya kepada Allah, niscaya akan terbukalah sumber-sumber hikmah dalam hatinya dan mengalir melalui lisannya”
Demikianlah bagaimana Allah menciptakan segumpak darah (hati) dan menarohnya di dalam dada manusia agar manusia benar-benar menjaganya. Karena ia adalah kunci pembuka pintu surga. Sebagaimana syair di atas, bahwa perjalanan ke akhirat pun harus ditempuh dengan hati tidak bisa dengan hanya bermodalkan dua kaki yang kecil. Tujuan yang besar harus ditempuh dengan modal yang besar pula. Yaitu dengan menjaga hati agar tetap bersih, tidak tercampur dengan noda-noda maksiat.
Semoga Allah senantiasa mengaruniakan hati yang senantiasa bersih dan memberikan kekuatan sabar pada diri kita agar bisa melawan hawa nafsu yang senantiasa berkecamuk dalam hati. Amin

Ø  Baik Hati Adalah Emas di Dalam Jiwa
Di dalam kehidupan ada banyak orang yang lugu dan baik hati. Namun pada umumnya seiring dengan standar moralitas umat manusia yang melorot, manusia kadang kala bisa beranggapan bahwa orang yang baik hati itu sangat tolol dan bodoh. Sesungguhnya baik hati adalah etika moralitas yang paling tinggi di antara karakter manusia, orang yang berbuat banyak kebajikan, patut dikagumi. Jikalau seseorang memiliki hati yang baik, barulah bisa menyempurnakan kehidupannya sendiri.
Seseorang tidak serta-merta rugi sesuatu hanya dikarenakan kebaikan hati dan perbuatan baiknya sendiri, malah sebaliknya ia akan memperoleh imbalan rejeki berkat akumulasi berkahnya. Meskipun pada hal-hal sepele di dalam kehidupan sehari-hari, orang yang baik hati juga bisa merasa gembira atas suka cita orang lain, merasa bahagia atas kebahagiaan orang lain, pada setiap saat tidak akan bergendang paha dan merugikan orang lain demi keuntungan diri sendiri. Insan yang bermoral jiwanya bertalian dengan Tuhan, di kala marabahaya senantiasa hanya keterkejutan yang dialami tapi tidak sampai membahayakan, memperoleh kemujuran dikala bencana, menjumpai kesulitan akan beralih menjadi suka-cita. Di tengah kehendak takdir, Tuhan melindungi orang yang baik hati.
Semua orang yang berkhianat dan licik di dalam masyarakat, seperti Hitler, Qin Hui dan sebangsanya, walau merasa diri sendiri pandai, toh akhirnya tak mampu mengandalkan pengkianatan dan kelicikannya untuk merubah nasib mereka yang berkesudahan dengan memalukan.
Suatu hari dalam perang dunia ke-2, panglima tertinggi pasukan sekutu di Eropa, Eisenhower di suatu tempat di Perancis berkendaraan pulang menuju pusat komando untuk mengikuti rapat dadakan kemiliteran. Pada hari tersebut turun hujan salju dengan deras, udara terasa sangat dingin, mobil melaju seperti barisan tamu sepanjang jalan. Tiba-tiba ia melihat sepasang suami isteri Perancis duduk di pinggir jalan dan menggigil kedinginan. Ia segera memerintahkan penterjemah disebelahnya untuk turun menanyakan keadaan mereka. Seorang penasehat dengan sigap mengingatkannya: “Kita harus tiba di rapat pusat komando dengan tepat waktu, persoalan semacam ini sebaiknya diserahkan kepada pihak kepolisian setempat.” Akan tetapi Eisenhower bersikukuh: “Apabila menunggu pihak polisi datang, sepasang suami isteri tua ini barangkali sudah mati kedinginan”
Melalui tanya jawab baru diketahui bahwa sepasang orang tua tersebut sedang dalam perjalanan mengungsi ke Paris ke rumah anaknya, tetapi mobilnya malah mogok di tengah jalan. Di tempat itu selain jauh dari desa juga tak nampak adanya pertokoan, maka tak tahu bagaimana baiknya. Sesudah mendengar penuturan mereka Eisenhower segera meminta mereka menaiki kendaraan, malahan dengan khusus mengantar si pasangan tua tersebut ke Paris. Setelah itu barulah mereka menuju ke pusat komando.
Tidak pernah terpikir di benak Eisenhower melakukan kebajikan tersebut dengan pamrih. Akan tetapi, kebaikannya ternyata telah memperoleh imbalan yang tak terbayangkan. Ternyata pada hari itu tentara penyergap Nazi-Jerman sudah sejak pagi mendekam di dekat jalan yang harus dilalui oleh mereka, tinggal menunggu momentum dimana mobilnya melintas maka dengan segera akan dilakukan pembunuhan rahasia. Andaikata bukan demi membantu si pasangan sepuh lalu merubah perjalanan berkendara mereka, ia kemungkinan besar akan sangat sulit terhindar dari malapetaka tersebut. Jikalau Eisenhower mengalami penyergapan dan gugur, maka sejarah perang dunia ke-2 sangat mungkin akan ditulis ulang.
Apakah yang paling berharga di dalam kehidupan manusia? Yu Guo menjawab dengan bagus: Baik hati. “Baik hati adalah mutiara langka di dalam sejarah, orang yang baik hati hampir boleh dikatakan lebih unggul daripada tokoh besar. Penulis Amerika Mark Twain menyebutkan baik hati adalah semacam bahasa lintas global, ia bisa membuat orang buta “melek” dan orang tuli œmendengar.
Hati yang bajik berkilauan bagaikan emas murni, bersih dan kemilau bagaikan sari embun. Hati yang bajik pasti luas dan lapang, mampu mewadahi seluroh mahluk alam semesta, dan menciptakan kesejahteraan bagi kehidupan umat manusia. Orang yang berbuat kebaikan tanpa pamrih acap kali bisa memperoleh imbalan tak terduga, ini merupakan kodrat alami dari sebab-akibat yang gilir berputar. Manusia yang baik hati seringkali membahagiakan orang lain, yang sesungguhnya juga membawa rezeki bagi dirinya sendiri. “Membantu orang lain, sama dengan membantu diri sendiri.” Perkataan ini mutlak bukan hanya berupa imbalan sebab akibat yang sederhana, melainkan adalah hal pokok menjadi seorang manusia.
Biarkanlah kebajikan eksis bersamaan dengan jiwa, ini merupakan berkah besar bagi manusia. Asalkan terdapat kebajikan di dalam jiwa, tentu keceriaan akan sering hadir dalam kehidupan; asalkan terdapat kebajikan di dalam jiwa, kebahagiaan akan senantiasa mendampingi kehidupan seseorang; dengan adanya kebajikan di dalam kehidupan, barulah jiwa bisa membubung dengan tiada henti. Baik hati adalah emas di dalam kehidupan, baik hati adalah sinar kehidupan yang paling mulia di dalam karakter manusia.

Ø  Hati Adalah Jiwa
Seorang pria telungkup di tengah lapangan yang luas di bawah teriknya sinar matahari, dengan tas di sampingnya. Lalu segerombolan orang menghampiri dan memeriksa keadaan pria tersebut. Meninggal, kata salah satu orang gerombolan tersebut. Mereka kemudian sepakat membuka tas di samping pria itu dan mencari tahu apa yang sebenarnya yang terjadi. Ternyata mereka semua berpikiran sama, andai tas itu terbukasesaat sebelumnya, maka pria tersebut mungkin tidak meninggal dalam keadaan seperti ini.
Apakah isi tas itu? Ternyata isi tas itu adalah parasut. Parasut itu gagal terbuka pada saat si pria melakukan terjun payung. Memang sangat menyedihkan dan naas. Parasut yang tidak begitu besar menjadi penentu keselamatan jiwa para penerjun payung. Dan, begitu jugalah hati kita. Hati hanya akan berfungsi jika dalam keadaan terbuka, open heart-lah istilahnya gitu. Hati akan menjadi penyelamat.
Kita akan menyerap petunjuk lebih mudah, menerima hidayah lebih mudah dan berprilaku lebih mulia. Jangan biarkan hati tertutup dengan butir-butiran kotoran hati, yang akan kian menebal jika tidak segera dibersihkan. Karena pada keadaan tertentu, kotoran hati tidak dapat dibersihkan hanya dengan sekali-dua kali kilapan 'wing porselen'! Kotoran hati tersebut sudah menjadi bagian dari prilaku dan sikap keseharian manusia.
Oleh karena itu: "Perhatikanlah hatimu karena ia akan menjadi pikiranmu, Perhatikanlah pikiranmu karena ia akan menjadi perkataanmu, Perhatikanlah perkataanmu karena ia akan menjadi perbuatanmu, Perhatikanlah perbuatanmu karena ia akan menjadi kebiasaanmu, Perhatikanlah kebiasaanmu karena ia akan menjadi karaktermu, Dan perhatikanlah karaktermu karena ia akan menjadi lintasan hatimu".
Semuanya kembali kediri kita masing-masing. Tanyakan pada diri sendiri apa yang akan terlintas dalam hati kita pada saat ini, saat itu, dalam keadaan ini, dan jika berada dalam keadaan itu. Karena kalau bukan diri sendiri yang bertanya lalu siapa lagi...? just try to do better'

Sebuah Perenungan

Hati Adalah Wadah

Jika ingin membersihkan air, maka akan kau singkirkan segala hal yang dapat mengotorinya. Anggota tubuhmu ini seperti selokan-selokan yang bermuara ke hati. Karena itu, jangan kau alirkan kotoran ke dalam hatimu, seperti pergunjingan, pengadu dombaan, ucapan yang buruk, pandangan yang haram, dan lain sebagainya.  (Ibnu ‘Atha illah Askandari)

No comments:

Post a Comment