Pepatah “man sana in corpore sano” yang
berarti di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa sehat bukan hanya sekedar
kalimat kosong. Kita sering kali berusaha untuk mencapai kesehatan tubuh dengan
berbagai cara, olah raga, kebersihan badan, menjaga konsumsi makanan yang
teratur dan gizi yang seimbang dan hal-hal lain. namun, kadang kita lupa bahwa
ungkapan pepatah di atas jelas-jelas mengandung makna yang dalam. Apa gunanya
badan (yang terlihat) sehat dan kuat namun dalam kenyataannya hati kita
menderita penyakit?
Hati pun sesungguhnya perlu juga mendapatkan
asupan unsur yang seimbang untuk dapat menjadi sehat. Untuk mengetahuinya
lebih lanjut tentang berbagai unsur tersebut ada baiknya mengenali
tentang sebab-sebab terjadinya penyakit dalam hati ini.
Hati kita sangat besar di pengarohi oleh sifat-sifat
yang seringkali kita lakukan. Sadar atau tidak sadar, terperaga atau tidak kita
dapat merasakannya. hanya kita dan Tuhan saja yang tahu, selebihnya tidak. 10
sifat berikut ini menggambarkan tentang bagaimana hati kita mengalami suatu
penyakit. apabila tidak segera kita hilangkan maka perlahan-lahanpun hati kita
akan mati dan beku, akhirnya membawa pengaroh pada sikap keseharian kita.
1. Munafik
Mungkin kita sering mendengar kata munafik di
dalam kehidupan sehari-hari kita. Kata munafik atau muna mungkin kita anggap
tidak begitu kasar di telinga kita karena kata itu jarang kita dipublikasikan
di media massa. Namun sebenarnya munafik adalah suatu sifat seseorang yang
sangat buruk yang bisa menyebabkan orang itu dikucilkan dalam masyarakat.
Apakah kita termasuk orang yang munafik? Mungkin
kita dengan tegas mengatakan kita adalah bukan orang munafik karena kurangnya
pemahaman kita mengenai apa itu sifat munafik yang sesungguhnya. Hadits Nabi Saw..
tentang orang-orang munafik:
"Tanda orang-orang munafik itu ada tiga
keadaan. Pertama, apabila berkata-kata ia berdusta. Kedua, apabila berjanji ia
mengingkari. Ketiga, apabila diberikan amanah (kepercayaan) ia mengkhianatinya", (HR. Bukhari dan Muslim).
Ciri-ciri/sifat-sifat munafik manusia:
·
Apabila berkata
maka dia akan berkata bohong/dusta.
·
Jika membuat suatu
janji atau kesepakatan dia akan mengingkari janjinya.
·
Bila diberi
kepercayaan/amanat maka dia akan mengkhianatinya.
Untuk disebut sebagai orang munafik sejati
sepertinya harus memenuhi semua ketiga persyaratan di atas yaitu pembohong,
penghianat dan pengingkar janji. Jika baru sebatas satu atau dua ciri saja
mungkin belum menjadi munafik tapi baru camuna/calon munafik.
a. Berbohong
Bohong adalah mengatakan sesuatu yang
tidak benar kepada orang lain. Jadi apabila kita tidak jujur kepada orang lain
maka kita bisa menjadi orang yang munafik. Contoh bohong dalam kehidupan
keseharian kita yaitu seperti menerima telepon dan mengatakan bahwa orang yang
dituju tidak ada tetapi pada kenyataannya orang itu ada. Contoh lainnya seperti
ada anak ditanya dari mana oleh orang tuanya dan anak kecil itu mengatakan
tempat yang tidak habis dikunjunginya.
b. Ingkar Janji
Seseorang terkadang suka membuat suatu
perjanjian atau kesepakatan dengan orang lain. Apabila orang itu tidak
mengikuti janji yang telah disepakati maka orang itu berarti telah ingkat
janji. Contohnya seperti janjian ketemu sama pacar di warung kebab bang piih
tetapi tidak datang karena lebih mementingkan bisnis. Misal lainnya yaitu
seperti para siswa yang telah menyepakati janji siswa namun tidak dilaksanakan
dengan penuh tanggungjawab.
c. Berhianat
Khianat mungkin yang paling berat kelasnya
dibandingkan dengan sifat tukang bohong dan tukang ingkar janji. Khianat
hukumannya bisa dijauhi atau dikucilkan serta tidak akan mendapatkan
kepercayaan orang lagi bahkan bisa dihukum penjara dan denda secara pidana.
Contoh berkhianat yaitu seperti oknum anggota Tentara yang menjadi mata-mata
bagi pihak asing atau teroris. Contoh lainnya yaitu seperti seorang pegawai
yang dipercaya sebagai pejabat pajak, namun dalam pekerjaannya orang itu
menyalahgunakan jabatan yang digunakan dengan cara menilep uang setoran pajak.
Jadi apakah Anda munafik atau calon muna? Jika ya
sebaiknya anda lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan bertobat agar tidak
dihukum dengan api neraka kelak di akhirat.
2. Sifat Hasad (Iri & Dengki)
Ada dua sifat dalam ke-hasad-an dala diri
seseorang, yaitu iri dan dengki. Iri adalah merasa kurang senang atau
kecemburuan melihat kelebihan (keberuntungan) orang lain. Sedangkan dengki
adalah menaroh perasaan marah (benci, tidak suka) karena iri yang amat sangat
kepada keberuntungan orang lain.
Hasad (iri &
dengki) ini bisa menjerat kita kepada penyakit hati yang kronis, yang bisa
membahayakan diri kita dan orang di sekitarnya. Dari penyakit hati (hasad)
ini apabila mulai ada dalam diri kita akan memunculkan penyakit-penyakit lainnya,
yaitu:
- Kibr (sombong)
Dari sifat hasad yang dimiliki seseorang itu akan
tumbuh atau timbul sifat sombong, disebabkan dari kedengkian atau iri –
terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain – yang ada dalam hatinya, maka orang
tersebut tidak mau bertegur-sapa, walaupun orang yang didengkitersebut berusaha
untuk berbuat baik kepadanya.
- Ghibah (menggunjing)
Dari sifat kedengkian yang ada dalam hati
seseorang, maka orang tersebut akan menggunjing terhadap orang yang didengkinya
dengan orang-orang yang sama-sama mendengkinya.
- Namimah (menyebar fitnah, kabar bohong,
adu domba).
Dari sifat kedengkian yang dimilikinya, orang
tersebut lebih lanjut akan menyebarkan fitnah atau mengorek-ngorek kesalahan
orang yang didengkinya tersebut walaupun kesalahannya hanya sebesar lubang
jarum. Pada tingkatan sifat inilah, seburuk-buruknya sifat buruk yang dimiliki
seseorang. Karena sebagaimana hadis Nabi Saw..: “Fitnah itu lebih kejam
daripada pembunuhan”.
Dari hadis tersebut sudah jelas bahwa perbuatan
fitnah atau menuduh seseorang yang belum pasti kebenarannya tentang perbuatan
yang dituduhkannya, maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang lebih keji
dan kejam daripada perbuatan membunuh walaupun orang tersebut tidak berdosa.
Ada beberapa tingkatan sifat hasad (Iri
& Dengki):
-
Apabila ada orang
lain yang mendapat nikmat atau kesenangan dia tidak suka, bisa dia tampakkan
ketidak sukaanya atau tidak.
-
Mengharap – harap
hilangnya nikmat dari orang yang mendapat nikmat atau kesenangan dari orang
tersebut supaya kenikmatan tersebut berpindah kepada dirinya ataupun hilang
sama sekali.
-
Berusaha untuk
menghilangkan nikmat dari orang tersebut. Kalau sudah pada tingkatan ini bisa
di katakan sifat – sifat iblis sudah ada pada orang ini.
Namun apabila kita punya iri terhadap suatu
kebaikan ini di perbolehkan yang mencakup dua hal yaitu:
1. Melihat orang
lain mempunyai atau melakukan amalan-amalan yang baik yang sesuai dengan
perintah Allah dan Rasul-Nya.
2. Melihat orang
kaya yang ber-infaq di jalan Allah.
Adapun hasad (iri & dengki) bisa kita
hindari dengan cara:
-
Banyak istighfar
dan bertobat kepada Allah.
-
Ingat kepada
kematian yang kapan saja menjemput dan ingat kehidupan akherat.
-
Yakin bahwa takdir
di tentukan oleh Allah.
-
Yakin bahwa semua
perbuatan manusia itu dicatat.
-
Ingat kalau kita hasad
kepada orang lain hanya akan menyempitkan diri (dada sesak).
Akan tetapi yang dihadapi oleh diri kita
kadang bukan penyakit hasad yang ada di dalam diri kita. Justru malah orang
lain yang hasad terhadap apa yang diraih (diperoleh) atau yang dimiliki
kita. Dengan adanya orang lain seperti itu pada diri kita, malah nanti kita
sendiri ikut gerah dan akan timbul kesombongan sehingga akan timbul penyakit
hati lain pada diri kita. Maka ada beberapa cara kita menyikapi apabila orang
lain hasad kepada diri kita.
-
Bersabar dan
bertawakal kepada Allah serta memahami bahwa setiap ada yang mendapat nikmat
pasti ada yang hasad. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt..:
"Jika kamu memperoleh kebaikan,
niscaya mereka bersedih hati, tetapi Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu
bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak
mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa
yang mereka kerjakan", (QS. Ali Imran: 120).
-
Banyak menyibukkan
diri dengan istighfar dan baca Alquran atau hal-hal yang bermanfaat untuk bekal
kehidupan akhirat kelak.
-
Hendaklah kita
jangan mengingat-ingat hasudan orang yang hasad kepada kita.
-
Jangan menunjukkan
nikmat atau kesenangan kita kepada orang yang hasad kepada kita.
-
Hendaklah kita
tetap berbuat baik dan menjaga silaturahim kepada orang yang hasad tersebut
karena dia orang yang sakit yang perlu dikasihani dan ditolong.
-
Hendaklah kita
mengetahui bahwa hakikat kemenangan adalah bukan dengan mengalahkan orang yang
hasad tersebut, tapi kemenangan adalah dengan mengalahkan penyakit pada orang
yang hasad tersebut.
-
Kita harus
bersyukur apabila kita sanggup melakukan perbuatan tersebut di atas dan
mengharap pahala dari Allah.
Apabila kita merasa bahwa kita sedang hasad
(iri dan dengki) atau mempunyai sifat hasad kepada orang lain, ada
beberapa tips berikut ini:
- Bertobat, beristighfar dan menyibukkan diri
dengan baca Alquran.
- Bertaqwa kepada Allah dan takut akibat dari
perbuatan hasad di dunia maupun di akhirat. Di dunia akan merasakan kesempitan
hidup dan di akhirat akan habis pahala amalan-amalan kebaikannya.
- Yakin dan selalu ingat bahwa Allah yang
mentaqdirkan segala sesuatu.
- Tahanlah diri dari membicarakan orang lain (ghibah)
dan menyebarkan fitnah (namimah).
- Hendaklah meminta maaf apabila kita hasad dan
telah terlanjur terucap (ghibah) atau membuat fitnah (namimah),
sehingga kita jadi lapang dada/tidak sesak dada.
3. Dendam
Dendam adalah rasa marah yang kita simpan jauh di
dalam hati kita sehingga memporakperandakan hati kita. Akibat dari menyimpan
dendam, kita menjadi tertekan berpanjangan. Adapun akibat dari iri hati ialah
kehilangan perasaan tenteram. Orang yang iri hati tidak dapat menikmati
kehidupan yang normal kerana hatinya tidak pernah tenang sebelum melihat orang
lain mengalami kesulitan. Dia melakukan berbagai hal untuk memuaskan rasa iri
hatinya. Bila ia gagal, ia akan jatuh kepada tekanan dan kekecweaan.
Imam Ali berkata, "Tidak ada orang zalim
yang menzalimi orang lain sambil sekaligus menzalimi dirinya sendiri, selain
orang yang dengki."
Selain menyakiti orang lain, orang yang dengki
juga akan menyakiti dirinya sendiri. Ada penyakit hati yang langsung berpengaroh
kepada gangguan fisik. Bakhil, misalnya. Bakhil adalah penyakit hati yang
bersumber dari keinginan yang egois. Keinginan untuk menyenangkan diri secara
berlebihan akan melahirkan kebakhilan. Penyakit bakhil berpengaroh langsung
pada gangguan fisik.
Pernah ada orang datang kepada Imam Ja'far as.
Dia mengadukan sakit yang diderita seluroh anggota keluarganya, yang berjumlah
sepuluh orang. Imam Ja'far berkata dengan menyebutkan sabda Nabi Saw., "Sembuhkanlah
orang-orang yang sakit di antara kamu dengan banyak bersedekah." Dalam
hadis lain disebutkan, "Di antara ciri-ciri orang bakhil adalah
banyaknya penyakit".
4. Syirik (Musyrik)
Syirik adalah menyamakan dan mensejajarkan selain Allah
dengan Allah pada perkara yang merupakan hak istimewa dan kekhususan bagi Allah.
Hak istimewa Allah sebagai Maha Pencipta, Pengatur, Pemberi manfaat dan
mudharat, Pembuat hukum dan syariat dan lain-lainnya – sebagaimana termaktub
dalam Asma’ul Husna. Sedangkan kekhususan Allah meliputi tiga hal rububiyah,
uluhiyah, dan asma’.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa
yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar”, (QS.
An Nisa’: 48).
Penyekutuan atau menyerupakan Allah dengan yang
lain; – misal pengakuan kemampuan ilmu daripada kemampuan dan kekuatan Allah;
pengabdian selain kepada Allah dengan menyembah patung, tempat keramat, dan
kuburan, dan kepercayaan terhadap keampuhan peninggalan nenek moyang yang di
yakini akan menentukan dan mempengarohi jalan kehidupan; menduakan Allah (menganggap
Allah lebih dari satu dengan menyembah tempat keramat dan sebagainya).
Pertama, syirik di dalam Al
Uluhiyyah yaitu kalau
seseorang menyakini bahwa ada tuhan selain Allah yang berhak untuk disembah
(berhak mendapatkan sifat-sifat ubudiyyah). Yang mana Allah dalam
berbagai tempat dalam Alquran menyeru kepada hamba-Nya agar tidak menyembah
atau beribadah kecuali hanya kepada-Nya saja. Firman Allah Swt.:
“Wahai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelummu agar kamu bertakwa. Dialah yang
menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu
segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu karena itu janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahuinya”, (QS. Al Baqarah: 21 – 22).
Perintah Allah dalam ayat ini agar semua manusia
beribadah kepada Rabb mereka dan bentuk ibadah yang diperintahkan antara
lain syahadat, shalat, zakat, puasa, haji, sujud, ruku’, thawaf, doa,
tawakal, khauf (takut), raja’ (berharap), raghbah
(menginginkan sesuatu), rahbah (menghindarkan dari sesuatu), khusu’,
khasyah, isti’adzah (berlindung), istighatsah (meratap),
penyembelihan, nadzar, sabar dan lain lain dari berbagai macam ibadah
yang diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya.
Kedua, syirik Di Dalam Ar
Rububiyyah, yaitu jika
seseorang meyakini bahwa ada selain Allah yang bisa menciptakan, memberi
rezeki, menghidupkan atau mematikan, dan yang lainnya dari sifat-sifat ar
rububiyyah. Seperti percaya bahwa benda ataupun sesuatu yang dipakai atau
dibawanya dapat memberikan kekuatan yang dapat menjaga dirinya dari orang lain
yang mau jahat padanya. Atau juga barang tersebut dapat memberikan manfaat
berupa dagangan yang dijalankannya akan laku dan banyak pengunjungnya. Hal
tersebut merupakan perbuatan yang sudah menduakan Allah Swt..
Ketiga, syirik di dalam Al Asma’
wa Ash Shifat, yaitu kalau
seseorang mensifatkan sebagian makhluk Allah dengan sebagian sifat-sifat Allah
yang khusus bagi-Nya. Contohnya, menyakini bahwa ada makhluk Allah yang
mengetahui perkara-perkara ghaib.
Dengan perbuatan syirik tersebut, membuat mata
batin kita tertutup dari cahaya keimannan terhadap Allah Swt. Ketika hal itu
tertutup maka pintu hidayah pun akan tertutup pula, sehingga Allah tidak
memberikan petunjuk atau jalan kepada jalan yang lurus yang diridhai Allah Swt.
dikarenakan kita sudah jauh dengan-Nya.
5. Ria (Riya’)
Ria, suatu penyakit hati yang tidak asing lagi
kita dengar. Bahaya riya' selalu menyerang kepada seseorang yang
melakukan ibadah atau aktifitas tertentu. Ria (riya') adalah
memperlihatkan (memperbagus) suatu amalan ibadah tertentu seperti shalat, shaum
(puasa), atau lainnya dengan tujuan agar mendapat perhatian dan pujian manusia.
Segala amalan itu tergantung pada niat. Bila
suatu amalan itu diniatkan ikhlas karena Allah, maka amalan itu akan diterima
oleh Allah. Begitu juga sebaliknya, bila amalan itu diniatkan agar mendapat
perhatian, pujian, atau ingin meraih sesuatu dari urusan duniawi, maka amalan
itu tidak akan diterima oleh Allah. Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya amalan itu tergantung pada
niatnya, dan sesungguhnya amalan seseorang itu akan dibalas sesuai dengan apa
yang ia niatkan", (HR. Muttafaqun
'alaihi).
Ibadah merupakan hak Allah yang bersifat mutlak.
Bahwa ibadah itu harus murni tidak boleh dicampuri dengan niatan lain selain
untuk-Nya. Firman Allah Swt..:
"Padahal mereka tidak disuroh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan (ikhlas) ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus", (QS. Al Bayyinah: 5).
Penyakit riya' merupakan penyakit yang
sangat berbahaya, karena memilki dampak negatif yang luar biasa. Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman janganlah
kalian menghilangkan pahala sedekahmu dengan selalu menyebut-nyebut dan dengan
menyakiti perasaan si penerima, seperti orang-orang yang menafkahkan hartanya
karena riya' kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari akhir", (QS. Al Baqarah: 264).
Dalam konteks ayat di atas, bahwa riya' yang dapat membatalkan sebuah amalan
adalah bila riya' itu menjadi asal (dasar) suatu niatan. Bila riya' itu
muncul secara tiba-tiba tanpa disangka dan tidak terus menerus, maka hal ini
tidak membatalkan sebuah amalan.
6. Sombong
Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi
kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di
tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih
kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.
Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor
kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan
dibandingkan orang lain. Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor
kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan
lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.
Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan,
semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat,
namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit
terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin
kita.
Akar dari kesombongan ini adalah ego yang
berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk
harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence).
Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride),
Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong
tidaklah terlalu jelas.
Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego
di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia,
kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan
waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita
butuhkan dalam hidup. Keenam indera kita selalu mengatakan bahwa kita
memerlukan lebih banyak lagi.
Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju
kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan
(ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala
permasalahan.
Perjuangan melawan kesombongan merupakan
perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan
segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama,
kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi
makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik
hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong, dan
(ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.
Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat
semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh
penampilan, label, dan segala “tampak luar” lainnya. Yang kini kita lihat
adalah “tampak dalam”. Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari
berbagai kesombongan atau ilusi ego.
Kedua, kita perlu
menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu
semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri. Kita memberikan sesuatu kepada
orang lain adalah juga demi kita sendiri.
7. Takabur
Takabur itu merupakan sifat tinggi hati terhadap
apa yang dimiliki, merasa lebih tinggi derajatnya, lebih mulia dan memandang
rendah pada orang lain. Sifat takabur adalah hanya milik Tuhan, jika ada
manusia yang memiliki sifat tersebut pastilah akan dihancurkan dan takabur
kepada manusia akan menimbulkan bahaya atau kerawanan baik yang wilayah
keduniawian maupun kerokhanian.
Ada 2 (dua) hal wilayah kerokhanian yang rawan
terjadinya takabur yaitu:
1. Ilmu, Hal-hal yang
berhubungan dengan ilmu sehingga rawan untuk tumbu takabur, misalnya ada
anggapan bahwa saya lebih pintar, saya lebih unggul dari si Fulan dan sebagainya.
2. Amal, Hal-hal yang
berhubungan dengan kegiatan amal adalah merasa lebih tinggi, merasa lebih
patut, merasa lebih banyak sedekah dibandingkan dengan orang lain.
Sedangkan wilayah keduniawian antara lain adalah:
1. Ketampanan/kecantikan,
Banyak yang tidak menyadari bahwa ini bukan prestasi seseorang tetapi merupakan
pemberian Tuhan. Muncullah sifat takabur jika tidak mensyukuri ini semua.
2. Keturunan,
Seringnya orang takabur karena merasa keturunan terhormat, keturunan bangSaw.an,
kyai dan sebagainya.
3. Jabatan, Merasa
lebih tinggi, bisa memerintah seenaknya dan sebagainya.
Ada kalanya kita ingin menasehati seseorang
karena menganggap ada kejanggalan, namun dari yang kita nasehati keluar
ungkapan “Ah urus dirimu sendiri”, di situlah muncul yang namanya takabur. Para
jamaah yang berbahagia, maslah batin janganlah selalu diabaikan karena
bahayanya lebih besar jika kita tidak bisa mengendalikan. Tuhan Maha Pengampun ketika
kita meminta ampun. Keridhaan hati di hadapan Tuhan sangat diperlukan setiap
saat. Cobalah kita renungkan itu. Janganlah kita menganggap dapat masuk sorga
karena amal dan prestasi kita, namun itu semua merupakan kasih sayang dari Tuhan.
No comments:
Post a Comment