Tuesday, March 13, 2012

Penyakit Hati yang Dapat Menutup Mata Batin


Pepatah “man sana in corpore  sano” yang berarti di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa sehat bukan hanya sekedar kalimat kosong. Kita sering kali berusaha untuk mencapai kesehatan tubuh dengan berbagai cara, olah raga, kebersihan badan, menjaga  konsumsi makanan yang teratur dan gizi yang seimbang dan hal-hal lain. namun, kadang kita lupa bahwa ungkapan pepatah di atas jelas-jelas mengandung makna yang dalam. Apa gunanya badan (yang terlihat) sehat dan kuat namun dalam kenyataannya hati kita menderita penyakit?
Hati pun sesungguhnya perlu juga mendapatkan asupan unsur yang seimbang untuk dapat menjadi sehat. Untuk mengetahuinya lebih lanjut  tentang berbagai unsur tersebut ada baiknya mengenali  tentang sebab-sebab terjadinya penyakit dalam hati ini.
Hati kita sangat besar di pengarohi oleh sifat-sifat yang seringkali kita lakukan. Sadar atau tidak sadar, terperaga atau tidak kita dapat merasakannya. hanya kita dan Tuhan saja yang tahu, selebihnya tidak. 10 sifat berikut ini menggambarkan tentang bagaimana hati kita mengalami suatu penyakit. apabila tidak segera kita hilangkan maka perlahan-lahanpun hati kita akan mati dan beku, akhirnya membawa pengaroh pada sikap keseharian kita.

1.      Munafik
Mungkin kita sering mendengar kata munafik di dalam kehidupan sehari-hari kita. Kata munafik atau muna mungkin kita anggap tidak begitu kasar di telinga kita karena kata itu jarang kita dipublikasikan di media massa. Namun sebenarnya munafik adalah suatu sifat seseorang yang sangat buruk yang bisa menyebabkan orang itu dikucilkan dalam masyarakat.
Apakah kita termasuk orang yang munafik? Mungkin kita dengan tegas mengatakan kita adalah bukan orang munafik karena kurangnya pemahaman kita mengenai apa itu sifat munafik yang sesungguhnya. Hadits Nabi Saw.. tentang orang-orang munafik:
"Tanda orang-orang munafik itu ada tiga keadaan. Pertama, apabila berkata-kata ia berdusta. Kedua, apabila berjanji ia mengingkari. Ketiga, apabila diberikan amanah (kepercayaan) ia mengkhianatinya", (HR. Bukhari dan Muslim).
Ciri-ciri/sifat-sifat munafik manusia:
·         Apabila berkata maka dia akan berkata bohong/dusta.
·         Jika membuat suatu janji atau kesepakatan dia akan mengingkari janjinya.
·         Bila diberi kepercayaan/amanat maka dia akan mengkhianatinya.

Untuk disebut sebagai orang munafik sejati sepertinya harus memenuhi semua ketiga persyaratan di atas yaitu pembohong, penghianat dan pengingkar janji. Jika baru sebatas satu atau dua ciri saja mungkin belum menjadi munafik tapi baru camuna/calon munafik.
a.   Berbohong
Bohong adalah mengatakan sesuatu yang tidak benar kepada orang lain. Jadi apabila kita tidak jujur kepada orang lain maka kita bisa menjadi orang yang munafik. Contoh bohong dalam kehidupan keseharian kita yaitu seperti menerima telepon dan mengatakan bahwa orang yang dituju tidak ada tetapi pada kenyataannya orang itu ada. Contoh lainnya seperti ada anak ditanya dari mana oleh orang tuanya dan anak kecil itu mengatakan tempat yang tidak habis dikunjunginya.
b.   Ingkar Janji
Seseorang terkadang suka membuat suatu perjanjian atau kesepakatan dengan orang lain. Apabila orang itu tidak mengikuti janji yang telah disepakati maka orang itu berarti telah ingkat janji. Contohnya seperti janjian ketemu sama pacar di warung kebab bang piih tetapi tidak datang karena lebih mementingkan bisnis. Misal lainnya yaitu seperti para siswa yang telah menyepakati janji siswa namun tidak dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.
c.   Berhianat
Khianat mungkin yang paling berat kelasnya dibandingkan dengan sifat tukang bohong dan tukang ingkar janji. Khianat hukumannya bisa dijauhi atau dikucilkan serta tidak akan mendapatkan kepercayaan orang lagi bahkan bisa dihukum penjara dan denda secara pidana. Contoh berkhianat yaitu seperti oknum anggota Tentara yang menjadi mata-mata bagi pihak asing atau teroris. Contoh lainnya yaitu seperti seorang pegawai yang dipercaya sebagai pejabat pajak, namun dalam pekerjaannya orang itu menyalahgunakan jabatan yang digunakan dengan cara menilep uang setoran pajak.

Jadi apakah Anda munafik atau calon muna? Jika ya sebaiknya anda lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan bertobat agar tidak dihukum dengan api neraka kelak di akhirat.

2.      Sifat Hasad (Iri & Dengki)
Ada dua sifat dalam ke-hasad-an dala diri seseorang, yaitu iri dan dengki. Iri adalah merasa kurang senang atau kecemburuan melihat kelebihan (keberuntungan) orang lain. Sedangkan dengki adalah menaroh perasaan marah (benci, tidak suka) karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan orang lain.
Hasad (iri & dengki) ini bisa menjerat kita kepada penyakit hati yang kronis, yang bisa membahayakan diri kita dan orang di sekitarnya. Dari penyakit hati (hasad) ini apabila mulai ada dalam diri kita akan memunculkan penyakit-penyakit lainnya, yaitu:
- Kibr (sombong)
Dari sifat hasad yang dimiliki seseorang itu akan tumbuh atau timbul sifat sombong, disebabkan dari kedengkian atau iri – terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain – yang ada dalam hatinya, maka orang tersebut tidak mau bertegur-sapa, walaupun orang yang didengkitersebut berusaha untuk berbuat baik kepadanya.
- Ghibah (menggunjing)
Dari sifat kedengkian yang ada dalam hati seseorang, maka orang tersebut akan menggunjing terhadap orang yang didengkinya dengan orang-orang yang sama-sama mendengkinya.
- Namimah (menyebar fitnah, kabar bohong, adu domba).
Dari sifat kedengkian yang dimilikinya, orang tersebut lebih lanjut akan menyebarkan fitnah atau mengorek-ngorek kesalahan orang yang didengkinya tersebut walaupun kesalahannya hanya sebesar lubang jarum. Pada tingkatan sifat inilah, seburuk-buruknya sifat buruk yang dimiliki seseorang. Karena sebagaimana hadis Nabi Saw..: “Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan”.
Dari hadis tersebut sudah jelas bahwa perbuatan fitnah atau menuduh seseorang yang belum pasti kebenarannya tentang perbuatan yang dituduhkannya, maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang lebih keji dan kejam daripada perbuatan membunuh walaupun orang tersebut tidak berdosa.
Ada beberapa tingkatan sifat hasad (Iri & Dengki):
-          Apabila ada orang lain yang mendapat nikmat atau kesenangan dia tidak suka, bisa dia tampakkan ketidak sukaanya atau tidak.
-          Mengharap – harap hilangnya nikmat dari orang yang mendapat nikmat atau kesenangan dari orang tersebut supaya kenikmatan tersebut berpindah kepada dirinya ataupun hilang sama sekali.
-          Berusaha untuk menghilangkan nikmat dari orang tersebut. Kalau sudah pada tingkatan ini bisa di katakan sifat – sifat iblis sudah ada pada orang ini.

Namun apabila kita punya iri terhadap suatu kebaikan ini di perbolehkan yang mencakup dua hal yaitu:
1. Melihat orang lain mempunyai atau melakukan amalan-amalan yang baik yang sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.
2. Melihat orang kaya yang ber-infaq di jalan Allah.

Adapun hasad (iri & dengki) bisa kita hindari dengan cara:
-          Banyak istighfar dan bertobat kepada Allah.
-          Ingat kepada kematian yang kapan saja menjemput dan ingat kehidupan akherat.
-          Yakin bahwa takdir di tentukan oleh Allah.
-          Yakin bahwa semua perbuatan manusia itu dicatat.
-          Ingat kalau kita hasad kepada orang lain hanya akan menyempitkan diri (dada sesak).
Akan tetapi yang dihadapi oleh diri kita kadang bukan penyakit hasad yang ada di dalam diri kita. Justru malah orang lain yang hasad terhadap apa yang diraih (diperoleh) atau yang dimiliki kita. Dengan adanya orang lain seperti itu pada diri kita, malah nanti kita sendiri ikut gerah dan akan timbul kesombongan sehingga akan timbul penyakit hati lain pada diri kita. Maka ada beberapa cara kita menyikapi apabila orang lain hasad kepada diri kita.
-          Bersabar dan bertawakal kepada Allah serta memahami bahwa setiap ada yang mendapat nikmat pasti ada yang hasad. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt..:
"Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan", (QS. Ali Imran: 120).
-          Banyak menyibukkan diri dengan istighfar dan baca Alquran atau hal-hal yang bermanfaat untuk bekal kehidupan akhirat kelak.
-          Hendaklah kita jangan mengingat-ingat hasudan orang yang hasad kepada kita.
-          Jangan menunjukkan nikmat atau kesenangan kita kepada orang yang hasad kepada kita.
-          Hendaklah kita tetap berbuat baik dan menjaga silaturahim kepada orang yang hasad tersebut karena dia orang yang sakit yang perlu dikasihani dan ditolong.
-          Hendaklah kita mengetahui bahwa hakikat kemenangan adalah bukan dengan mengalahkan orang yang hasad tersebut, tapi kemenangan adalah dengan mengalahkan penyakit pada orang yang hasad tersebut.
-          Kita harus bersyukur apabila kita sanggup melakukan perbuatan tersebut di atas dan mengharap pahala dari Allah.

Apabila kita merasa bahwa kita sedang hasad (iri dan dengki) atau mempunyai sifat hasad kepada orang lain, ada beberapa tips berikut ini:
-     Bertobat, beristighfar dan menyibukkan diri dengan baca Alquran.
-     Bertaqwa kepada Allah dan takut akibat dari perbuatan hasad di dunia maupun di akhirat. Di dunia akan merasakan kesempitan hidup dan di akhirat akan habis pahala amalan-amalan kebaikannya.
-     Yakin dan selalu ingat bahwa Allah yang mentaqdirkan segala sesuatu.
-     Tahanlah diri dari membicarakan orang lain (ghibah) dan menyebarkan fitnah (namimah).
-     Hendaklah meminta maaf apabila kita hasad dan telah terlanjur terucap (ghibah) atau membuat fitnah (namimah), sehingga kita jadi lapang dada/tidak sesak dada.

3.      Dendam
Dendam adalah rasa marah yang kita simpan jauh di dalam hati kita sehingga memporakperandakan hati kita. Akibat dari menyimpan dendam, kita menjadi tertekan berpanjangan. Adapun akibat dari iri hati ialah kehilangan perasaan tenteram. Orang yang iri hati tidak dapat menikmati kehidupan yang normal kerana hatinya tidak pernah tenang sebelum melihat orang lain mengalami kesulitan. Dia melakukan berbagai hal untuk memuaskan rasa iri hatinya. Bila ia gagal, ia akan jatuh kepada tekanan dan kekecweaan.
Imam Ali berkata, "Tidak ada orang zalim yang menzalimi orang lain sambil sekaligus menzalimi dirinya sendiri, selain orang yang dengki."
Selain menyakiti orang lain, orang yang dengki juga akan menyakiti dirinya sendiri. Ada penyakit hati yang langsung berpengaroh kepada gangguan fisik. Bakhil, misalnya. Bakhil adalah penyakit hati yang bersumber dari keinginan yang egois. Keinginan untuk menyenangkan diri secara berlebihan akan melahirkan kebakhilan. Penyakit bakhil berpengaroh langsung pada gangguan fisik.
Pernah ada orang datang kepada Imam Ja'far as. Dia mengadukan sakit yang diderita seluroh anggota keluarganya, yang berjumlah sepuluh orang. Imam Ja'far berkata dengan menyebutkan sabda Nabi Saw., "Sembuhkanlah orang-orang yang sakit di antara kamu dengan banyak bersedekah." Dalam hadis lain disebutkan, "Di antara ciri-ciri orang bakhil adalah banyaknya penyakit".  

4.      Syirik (Musyrik)
Syirik adalah menyamakan dan mensejajarkan selain Allah dengan Allah pada perkara yang merupakan hak istimewa dan kekhususan bagi Allah. Hak istimewa Allah sebagai Maha Pencipta, Pengatur, Pemberi manfaat dan mudharat, Pembuat hukum dan syariat dan lain-lainnya – sebagaimana termaktub dalam Asma’ul Husna. Sedangkan kekhususan Allah meliputi tiga hal rububiyah, uluhiyah, dan asma’.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”, (QS. An Nisa’: 48).
Penyekutuan atau menyerupakan Allah dengan yang lain; – misal pengakuan kemampuan ilmu daripada kemampuan dan kekuatan Allah; pengabdian selain kepada Allah dengan menyembah patung, tempat keramat, dan kuburan, dan kepercayaan terhadap keampuhan peninggalan nenek moyang yang di yakini akan menentukan dan mempengarohi jalan kehidupan; menduakan Allah (menganggap Allah lebih dari satu dengan menyembah tempat keramat dan sebagainya).
Pertama, syirik di dalam Al Uluhiyyah yaitu kalau seseorang menyakini bahwa ada tuhan selain Allah yang berhak untuk disembah (berhak mendapatkan sifat-sifat ubudiyyah). Yang mana Allah dalam berbagai tempat dalam Alquran menyeru kepada hamba-Nya agar tidak menyembah atau beribadah kecuali hanya kepada-Nya saja. Firman Allah Swt.:
“Wahai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelummu agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahuinya”, (QS. Al Baqarah: 21 – 22).
Perintah Allah dalam ayat ini agar semua manusia beribadah kepada Rabb mereka dan bentuk ibadah yang diperintahkan antara lain syahadat, shalat, zakat, puasa, haji, sujud, ruku’, thawaf, doa, tawakal, khauf (takut), raja’ (berharap), raghbah (menginginkan sesuatu), rahbah (menghindarkan dari sesuatu), khusu’, khasyah, isti’adzah (berlindung), istighatsah (meratap), penyembelihan, nadzar, sabar dan lain lain dari berbagai macam ibadah yang diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya.
Kedua, syirik Di Dalam Ar Rububiyyah, yaitu jika seseorang meyakini bahwa ada selain Allah yang bisa menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan atau mematikan, dan yang lainnya dari sifat-sifat ar rububiyyah. Seperti percaya bahwa benda ataupun sesuatu yang dipakai atau dibawanya dapat memberikan kekuatan yang dapat menjaga dirinya dari orang lain yang mau jahat padanya. Atau juga barang tersebut dapat memberikan manfaat berupa dagangan yang dijalankannya akan laku dan banyak pengunjungnya. Hal tersebut merupakan perbuatan yang sudah menduakan Allah Swt..
Ketiga, syirik di dalam Al Asma’ wa Ash Shifat, yaitu kalau seseorang mensifatkan sebagian makhluk Allah dengan sebagian sifat-sifat Allah yang khusus bagi-Nya. Contohnya, menyakini bahwa ada makhluk Allah yang mengetahui perkara-perkara ghaib.
Dengan perbuatan syirik tersebut, membuat mata batin kita tertutup dari cahaya keimannan terhadap Allah Swt. Ketika hal itu tertutup maka pintu hidayah pun akan tertutup pula, sehingga Allah tidak memberikan petunjuk atau jalan kepada jalan yang lurus yang diridhai Allah Swt. dikarenakan kita sudah jauh dengan-Nya.

5.      Ria (Riya’)
Ria, suatu penyakit hati yang tidak asing lagi kita dengar. Bahaya riya' selalu menyerang kepada seseorang yang melakukan ibadah atau aktifitas tertentu. Ria (riya') adalah memperlihatkan (memperbagus) suatu amalan ibadah tertentu seperti shalat, shaum (puasa), atau lainnya dengan tujuan agar mendapat perhatian dan pujian manusia.
Segala amalan itu tergantung pada niat. Bila suatu amalan itu diniatkan ikhlas karena Allah, maka amalan itu akan diterima oleh Allah. Begitu juga sebaliknya, bila amalan itu diniatkan agar mendapat perhatian, pujian, atau ingin meraih sesuatu dari urusan duniawi, maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah. Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya amalan seseorang itu akan dibalas sesuai dengan apa yang ia niatkan", (HR. Muttafaqun 'alaihi).
Ibadah merupakan hak Allah yang bersifat mutlak. Bahwa ibadah itu harus murni tidak boleh dicampuri dengan niatan lain selain untuk-Nya. Firman Allah Swt..:
"Padahal mereka tidak disuroh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan (ikhlas) ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus", (QS. Al Bayyinah: 5).
Penyakit riya' merupakan penyakit yang sangat berbahaya, karena memilki dampak negatif yang luar biasa. Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian menghilangkan pahala sedekahmu dengan selalu menyebut-nyebut dan dengan menyakiti perasaan si penerima, seperti orang-orang yang menafkahkan hartanya karena riya' kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari akhir", (QS. Al Baqarah: 264).
Dalam konteks ayat di atas, bahwa riya' yang dapat membatalkan sebuah amalan adalah bila riya' itu menjadi asal (dasar) suatu niatan. Bila riya' itu muncul secara tiba-tiba tanpa disangka dan tidak terus menerus, maka hal ini tidak membatalkan sebuah amalan.

6.      Sombong
Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.
Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain. Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.
Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.
Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence). Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.
Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indera kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.
Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.
Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.
Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala “tampak luar” lainnya. Yang kini kita lihat adalah “tampak dalam”. Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.
Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri. Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.

7.      Takabur
Takabur itu merupakan sifat tinggi hati terhadap apa yang dimiliki, merasa lebih tinggi derajatnya, lebih mulia dan memandang rendah pada orang lain. Sifat takabur adalah hanya milik Tuhan, jika ada manusia yang memiliki sifat tersebut pastilah akan dihancurkan dan takabur kepada manusia akan menimbulkan bahaya atau kerawanan baik yang wilayah keduniawian maupun kerokhanian.
Ada 2 (dua) hal wilayah kerokhanian yang rawan terjadinya takabur yaitu:
1.   Ilmu, Hal-hal yang berhubungan dengan ilmu sehingga rawan untuk tumbu takabur, misalnya ada anggapan bahwa saya lebih pintar, saya lebih unggul dari si Fulan dan sebagainya.
2.   Amal, Hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan amal adalah merasa lebih tinggi, merasa lebih patut, merasa lebih banyak sedekah dibandingkan dengan orang lain.

Sedangkan wilayah keduniawian antara lain adalah:
1.   Ketampanan/kecantikan, Banyak yang tidak menyadari bahwa ini bukan prestasi seseorang tetapi merupakan pemberian Tuhan. Muncullah sifat takabur jika tidak mensyukuri ini semua.
2.   Keturunan, Seringnya orang takabur karena merasa keturunan terhormat, keturunan bangSaw.an, kyai dan sebagainya.
3.   Jabatan, Merasa lebih tinggi, bisa memerintah seenaknya dan sebagainya.

Ada kalanya kita ingin menasehati seseorang karena menganggap ada kejanggalan, namun dari yang kita nasehati keluar ungkapan “Ah urus dirimu sendiri”, di situlah muncul yang namanya takabur. Para jamaah yang berbahagia, maslah batin janganlah selalu diabaikan karena bahayanya lebih besar jika kita tidak bisa mengendalikan. Tuhan Maha Pengampun ketika kita meminta ampun. Keridhaan hati di hadapan Tuhan sangat diperlukan setiap saat. Cobalah kita renungkan itu. Janganlah kita menganggap dapat masuk sorga karena amal dan prestasi kita, namun itu semua merupakan kasih sayang dari Tuhan.

No comments:

Post a Comment