Syekh Ibnu Atho’illah mengatakan bahwa:
“Jika mengejar sesuatu yang sudah dijamin oleh
Allah, engkau lakukan sungguh-sungguh, tetapi kewajibanmu engkau abaikan. Inilah
bukti bahwa mata hatimu telah buta”.
Allah Maha Kaya, Maha Memiliki segalanya. Dia
tidak pernah lupa menjamin kebutuhan hidup dan rejeki makhluk-makhluk-Nya. Maka
tidak ada alasan untuk ragu sedikitpun terhadap urusan duniawi. Tidak ada
alasan untuk sibuk memikirkan nasib di masa mendatang. Kita tidak tahu apa yang
terjadi besok. Sudah jelas-jelas Allah memberi jaminan rejeki dan penghidupan.
Tetapi seringkali mengejarnya, sampai-sampai lupa diri. Hal itu kita lakukan
disebabkan kita tidak yakin bahwa jaminan Allah itu datang. Karena sibuk
mengejar sesuatu yang sudah pasti berada di tangan, kita korbankan urusan yang
lebih besar urusan akhirat.
Tidakkah kita malu terhadap makhluk Allah Swt..
yang bernama cecak. Padahal ia sangat lemah dan tidak mempunyai kemampuan untuk
mengejar rejekinya. Bayangkan, binatang cecak tidak bisa terbang, tetapi
makanannya berupa nyamuk yang pandai terbang. Dia hanya merayap di dinding dan
menanti nyamuk datang mendekat. Meskipun demikian, perut cecak tak pernah
kosong. Allah Swt.. menjamin binatang yang lemah itu dengan rejeki atas
kehendak-Nya.
Cobalah direnungkan agar tidak menjadi rakus
mengejar-ngejar rejeki yang sudah pasti. Agar kita tidak begitu mudah
mengorbankan perkara yang lebih utama.
Akibat tenggelam dalam lautan duniawi, mengejar
sesuatu yang sudah pasti, lalu kita lupa bahwa diri ini adalah seorang hamba,
punya kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Inilah yang disebut buta
mata hati.
Bagaimana mungkin hati dapat memancarkan cahaya,
sedangkan di dalamnya terlukis gambaran duniawi. Atau, bagaimana mungkin hati
dapat menuju Allah kalau ia masih terikat oleh syahwat [keinginan]. Bagaimana
hati akan mempunyai keinginan yang kuat agar masuk kepada kehadirat Allah,
padahal hatinya belum suci dari “janabah” kelalaiannya. Atau, bagaimana bisa
berharap agar mengerti rahasia-rahasia yang halus, padahal ia belum bertaubat
untuk menebus kesalahannya. [Syekh Ibnu Atho’illah]
Setiap orang beriman tentunya menginginkan
hatinya dapat memancarkan cahaya untuk mengenal Allah dengan mata batinnya.
Namun hal itu tidak akan dapat dirasakannya jika di dalam hati masih ada
goresan-goresan gambaran keadaan dunia, liku-liku kehidupan yang hanya semu.
Kondisi bisa menimbulkan kegelapan kalbu. Jika kalbu menjadi gelap, tidak
mungkin dapat memancarkan cahaya-Nya, sinar keimanan tidak dapat menembusnya.
Mata batin menjadi tumpul.
Agar kalbu dan mata batin dapat bercahaya, dan
dapat mengenal keajaiban-keajaiban Allah, yang harus diperhatikan adalah
hendaknya goresan tentang dunia yang dipandang oleh mata lahir yang kemudian
menempel di dalam kalbu haruslah disingkirkan. Hal ini merupakan belenggu
nafsu. Selama nafsu membelenggu kalbu, maka jangan diharapkan dapat sampai
kepada Allah. Jangan berharap dapat melihat keajaiban-keajaiban. Di dalam
Alquran diterangkan, “Dan adapun orang-orang yang takut terhadap kebesaran
Tuhannya, dan mau menahan hawa nafsu dari keinginannya, maka sesungguhnya
surgalah tempat tinggalnya.” [QS. An Naziaat: 40 – 41].
Selain itu, hendaknya kita membersihkan jiwa dan rohani
dari kesalahan-kesalahan, baik kesalahan terhadap Allah Swt.. maupun terhadap
sesama manusia. Orang yang memiliki kesalahan diibaratkan ia sedang menanggung
janabah [junub], yaitu hadas besar yang terlebih dahulu ia harus mandi. Adapun
“mandi” dari kesalahan adalah bertaubat.
Orang yang mengharapkan “ilmu” dari Allah, yang
mana dengan ilmu itu dapat menyingkap segala yang gaib, haruslah bertaubat dan
bertakwa. Orang yang bertakwa tidak mungkin melakukan perbuatan buruk dan
rendah. Karena takwa dan perbuatan maksiat merupakan dua hal yang bertolak
belakang. Mustahil dua hal itu dapat bertemu.
Oleh karena itu, janganlah kita menuruti
keinginan-keinginan yang melantur setinggi langit. Keinginan itu bermuara pada
penguasaan harta benda, kenikmatan dan jabatan duniawi. Jika kita mengumbar
keinginan yang nilainya rendah tersebut, maka tak mungkin dapat menajamkan mata
hati. Jangan berharap dapat menggunakan mata batin untuk menyingkap perkara
gaib.
Tidak ada satu benda pun yang menghalangi
pandangan batinmu terhadap Allah, namun yang menghalangimu untuk melihatNya
adalah persangkaanmu berupa adanya sesuatu yang maujud di samping Allah. Zat
Yang Haq tidak terhijab (terhalang). Yang terhijab adalah kamu sendiri dalam
melihat terhadapNya. Seandainya ada yang membatasi pandangan terhadap Allah,
berarti sesuatu itu menutupiNya. Jika ada sesuatu yang menutupiNya berarti
wujudNya terkurung. Setiap yang mengurung sesuatu, maka pengurung itu
menguasainya. Sedangkan Allah adalah Zat Yang Menguasai seluroh hambanya.
[Syekh Ibnu Atho’illah].
No comments:
Post a Comment