Monday, March 12, 2012

Pikiran adalah Kesegalamungkinan


Pikiran adalah kesegalamungkinan. Ia terdiri dari ribuan himpunan bayangan, permadhi, dan kelebat-kelebat yang menghampiri sedetik saja. Ia bisa berlari, terjatuh, dan tertelungkup. Tapi ia tidak bisa mati. Ya, pikiran tidak bisa mati. Walaupun fisik dipenjara tetapi pikiran tidak bisa dipenjara.
Banyak tokoh-tokoh dunia yang dipenjara tetapi pikirannya tetap mereka terus berpikir. Seperti halnya yang kita kenal sebagai bapak proklamasi, sukarno dan Hatta, walaupun beliau di buang dan dipenjara di balik jeruji besi dan dijaga ketat oleh pihak belanda yang tidak mau Indonesia memerdekakan diri, tetapi beliau tetap berpikir dan mengkoordinasi pergerakan menuju Indonesia merdeka. Begitu juga, banyak para ilmuan yang badannya di penjara tetapi pikirannya terus berkarya dan mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.
Hal itu membuktikan bahwa pikiran tidak bisa dikekang dan dibatasi dalam satu ruangan. Pikiran dapat menembus dimensi ruang dan waktu. Sehingga pikiran bergerak sirkular, mendahului tubuh yang selalu tertinggal beberapa langkah di belakangnya. Ia bahkan bisa melewati tubuh begitu jauh ke depan, ke nirwana di mana kebebasan adalah cita-cita adiluhung manusia. Bebas untuk menafsirkan segalanya.
Pikiran bergerak menabrak-nabrak, menetak-netak, mencari praduga-praduga kemisterian hidup. Ia selalu bertanya, dan terus bertanya. Ini apa?. Kenapa bisa?. Lalu bagaimana?. Ia terus bergerak menjadi sesuatu yang terkadang liar, begitu pribadi, tak bisa dikendalikan bahkan oleh dirinya sendiri. Ia bisa melompat hingga ke batas cakrawala, lalu kembali di pelupuk mata.
Ia bergerak bak mahligai yang mendepai ilalang tinggi, merabas perjalanan kemanusiaan dengan Dzat tidak lekangnya. Sifat, sikap, dan ruh yang bertaruh untuk mengingat Sang Ada yang mendiami keserbakekiniannya. Manusia yang sesungguhnya mencari proses menjadinya.
Pikiran tumbuh bersama tubuh, bersama orang-orang terdekat, bersama bahasa, bersama pepohonan, bersama udara, bersama air, bersama hujan, bersama halilintar, bersama waktu yang linier. Mereka tumbuh bersama dalam sebuah percintaan yang melahirkan kesuburan. Melahirkan gita sukma yang mendendangkan pelipur-pelipur derita.
Tapi pikiran tidak sebebas merdeka sebebasnya. Ia seperti burung pipit, terbang berkelana hingga terbebani tanggung jawab kediriannya. Pikiran terbebani dengan segala perintisan masa lalu, pergulatan kekinian, dan perancangan masa depan. Pikiran digelayuti prasangka, cipta duga, yang muncul sekonyong-konyong memenuhi kedalaman. Sebuah titik sadar yang tak sadar. Sepele memang, sesepele kata dan bahasa yang selalu menyeruak tanpa bisa dijelaskan dari mana ia datang. Mungkin dari bunyi. Mungkin dari eksperimentasi. Mungkin dari keinginan untuk memeluk kepastian. Mungkin dari kelelahan akan ketidakpastian. Tapi yang pasti, ia datang karena keterbukaan untuk beronar diri dan keliaran, keliaran yang matang.
Ketika kita di atas motor. Di bawah langit yang bercahaya keras. Di depan perempatan. Di hadapan lampu merah. Ditiban pengemis jalanan. Di samping mobil berisi perempuan-perempuan. Di beberapa meter dari spanduk-spanduk iklan. Dan pikiran menerawang, menembus ketiadaan, melanturkan gosip-gosip, berbisik-bisik kepada keinginan, terpekur-pekur oleh panjangnya perjalanan. Pikiran memberikan kesempatan untuk merasakan keutuhan, harapan yang merentang luas bersama alam ciptaan-Nya.
Tapi ketika motor mulai berjalan, segalanya menjadi cepat terlewatkan, diterpa angin dan debu pembuangan mesin, pikiran kembali ke tempatnya, layu, dan kusut. Kemerdekaannya dirampas oleh konsentrasi tubuh yang berlebihan, yang dipaksakan untuk berada di kerendahan tertentu. Gunung dan cakrawala itu seketika hilang.
Tubuh yang mistik, yang bergerak dengan aliran yang tidak pasti. Ia mendekam di sebuah keantaraan, menetap di kemegahan detik ini. Tubuh dengan kerinduan untuk melepas kekiniannya, dan segera berpulas-pulas, bersayang-sayang, dan berpelukan erat dengan pikiran.
Itulah peran penting kekuatan pikiran yang mengarah kesegalamungkin. Nikola Tesla adalah seorang ahli listrik yang menggambarkan semua penemuan dan ciptaannya sampai mendetail di dalam pikirannya. Dalam pikiran juga ia melakukan perbaikan-perbaikan pada ciptaannya sehingga ia bisa dengan mudah menerangkan gagasannya itu kepada para ahli tekniknya. Ia berkata “Peralatan saya bekerja sebagaimana yang saya bayangkan. Saya tak pernah gagal.” Dr. Frederick Banting penemu penyakit diabetes. Beliau mengatakan bagaiman ia mendapat bimbingan dari pikirannya dalam penemuan obat diabetes. Suatu malam ia tertidur karena letihnya. Dalam tidurnya ia diperintahkan oleh bawah sadarnya untuk mengambil sari pancreas anjing. Diperolehlah insulin yang sekrang ini telah menolong jutaan penderita diabetes.

No comments:

Post a Comment