Pikiran adalah kesegalamungkinan. Ia terdiri dari ribuan
himpunan bayangan, permadhi, dan kelebat-kelebat yang menghampiri sedetik saja.
Ia bisa berlari, terjatuh, dan tertelungkup. Tapi ia tidak bisa mati. Ya,
pikiran tidak bisa mati. Walaupun fisik dipenjara tetapi pikiran tidak bisa
dipenjara.
Banyak tokoh-tokoh dunia yang dipenjara tetapi pikirannya
tetap mereka terus berpikir. Seperti halnya yang kita kenal sebagai bapak
proklamasi, sukarno dan Hatta, walaupun beliau di buang dan dipenjara di balik
jeruji besi dan dijaga ketat oleh pihak belanda yang tidak mau Indonesia memerdekakan
diri, tetapi beliau tetap berpikir dan mengkoordinasi pergerakan menuju
Indonesia merdeka. Begitu juga, banyak para ilmuan yang badannya di penjara
tetapi pikirannya terus berkarya dan mendapatkan ilmu pengetahuan yang
bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.
Hal itu membuktikan bahwa pikiran tidak bisa dikekang dan
dibatasi dalam satu ruangan. Pikiran dapat menembus dimensi ruang dan waktu. Sehingga
pikiran bergerak sirkular, mendahului tubuh yang selalu tertinggal beberapa
langkah di belakangnya. Ia bahkan bisa melewati tubuh begitu jauh ke depan, ke
nirwana di mana kebebasan adalah cita-cita adiluhung manusia. Bebas untuk
menafsirkan segalanya.
Pikiran bergerak menabrak-nabrak, menetak-netak, mencari
praduga-praduga kemisterian hidup. Ia selalu bertanya, dan terus bertanya. Ini
apa?. Kenapa bisa?. Lalu bagaimana?. Ia terus bergerak menjadi sesuatu yang
terkadang liar, begitu pribadi, tak bisa dikendalikan bahkan oleh dirinya
sendiri. Ia bisa melompat hingga ke batas cakrawala, lalu kembali di pelupuk
mata.
Ia bergerak bak mahligai yang mendepai ilalang tinggi,
merabas perjalanan kemanusiaan dengan Dzat tidak lekangnya. Sifat, sikap, dan
ruh yang bertaruh untuk mengingat Sang Ada yang mendiami keserbakekiniannya.
Manusia yang sesungguhnya mencari proses menjadinya.
Pikiran tumbuh bersama tubuh, bersama orang-orang terdekat,
bersama bahasa, bersama pepohonan, bersama udara, bersama air, bersama hujan,
bersama halilintar, bersama waktu yang linier. Mereka tumbuh bersama dalam
sebuah percintaan yang melahirkan kesuburan. Melahirkan gita sukma yang
mendendangkan pelipur-pelipur derita.
Tapi pikiran tidak sebebas merdeka sebebasnya. Ia seperti
burung pipit, terbang berkelana hingga terbebani tanggung jawab kediriannya.
Pikiran terbebani dengan segala perintisan masa lalu, pergulatan kekinian, dan
perancangan masa depan. Pikiran digelayuti prasangka, cipta duga, yang muncul
sekonyong-konyong memenuhi kedalaman. Sebuah titik sadar yang tak sadar. Sepele
memang, sesepele kata dan bahasa yang selalu menyeruak tanpa bisa dijelaskan
dari mana ia datang. Mungkin dari bunyi. Mungkin dari eksperimentasi. Mungkin
dari keinginan untuk memeluk kepastian. Mungkin dari kelelahan akan
ketidakpastian. Tapi yang pasti, ia datang karena keterbukaan untuk beronar
diri dan keliaran, keliaran yang matang.
Ketika kita di atas motor. Di bawah langit yang bercahaya
keras. Di depan perempatan. Di hadapan lampu merah. Ditiban pengemis jalanan.
Di samping mobil berisi perempuan-perempuan. Di beberapa meter dari
spanduk-spanduk iklan. Dan pikiran menerawang, menembus ketiadaan, melanturkan
gosip-gosip, berbisik-bisik kepada keinginan, terpekur-pekur oleh panjangnya
perjalanan. Pikiran memberikan kesempatan untuk merasakan keutuhan, harapan
yang merentang luas bersama alam ciptaan-Nya.
Tapi ketika motor mulai berjalan, segalanya menjadi cepat
terlewatkan, diterpa angin dan debu pembuangan mesin, pikiran kembali ke
tempatnya, layu, dan kusut. Kemerdekaannya dirampas oleh konsentrasi tubuh yang
berlebihan, yang dipaksakan untuk berada di kerendahan tertentu. Gunung dan
cakrawala itu seketika hilang.
Tubuh yang mistik, yang bergerak dengan aliran yang tidak
pasti. Ia mendekam di sebuah keantaraan, menetap di kemegahan detik ini. Tubuh
dengan kerinduan untuk melepas kekiniannya, dan segera berpulas-pulas,
bersayang-sayang, dan berpelukan erat dengan pikiran.
Itulah peran
penting kekuatan pikiran yang mengarah kesegalamungkin. Nikola Tesla adalah
seorang ahli listrik yang menggambarkan semua penemuan dan ciptaannya sampai
mendetail di dalam pikirannya. Dalam pikiran juga ia melakukan perbaikan-perbaikan
pada ciptaannya sehingga ia bisa dengan mudah menerangkan gagasannya itu kepada
para ahli tekniknya. Ia berkata “Peralatan saya bekerja sebagaimana yang saya
bayangkan. Saya tak pernah gagal.” Dr. Frederick Banting penemu penyakit
diabetes. Beliau mengatakan bagaiman ia mendapat bimbingan dari pikirannya
dalam penemuan obat diabetes. Suatu malam ia tertidur karena letihnya. Dalam
tidurnya ia diperintahkan oleh bawah sadarnya untuk mengambil sari pancreas
anjing. Diperolehlah insulin yang sekrang ini telah menolong jutaan penderita
diabetes.
No comments:
Post a Comment