Nama lengkapnya Huzaifah bin Hasan bin Jarwin, tidak diketahui tempat
dan tahun kelahirannya. la berasal dari silsilah yang bersumber pada orang
Yaman, untuk menghormati asal usul keturunannya itu, ia dikenal dengan Huzaifah
bin Yaman. Meninggal pada tahun 36 H di kota Madain.
Dalam penulisan bahasa Indonesia namanya
juga sering ditulis sebagai Hudzaifah. Suatu ketika ia diajak ayah bersama
saudaranya Sofwan menghadap Rasulullah dan pada waktu itu mereka bersama-sama
masuk Islam.
Sejak itulah ia beragama Islam. la amat dekat dengan Rasulullah dan
karenanya ia selalu dibina dan digembleng Rasulullah. Berbeda dengan para
sahabat yang lain, Huzaifah bin Yaman memiliki kesiapan yang baik dan mampu
menyerap bimbingan Rasulullah. Ada beberapa keistimewaan yang dimiliki Huzaifah
yang tidak dimiliki oleh orang lain. Yaitu perhatiannya yang luar biasa
terhadap penghayatan dan pengamalan Islam, bukan hanya dalam bentuk lahir yang
bersifat simbolik, tetapi lebih kepada bentuk-bentuk batin yang bersifat
hakiki.
Perhatiannya inilah yang luput dari perhatian sahabat-sahabat lainnya.
Barangkali hal ini pulalah yang membuat Nabi demikian banyak memberikan
bimbingannya kepada Huzaifah. Menyadari keistimewaan Huzaifah ini, Ali bin Abi
Thalib memperingatkan Huzaifah agar berhati-hati menyalurkan ilmunya hingga
tidak membawa kesalah pahaman. Dengan kata lain, Huzaifah merupakan orang
pertama yang memperhatikan ajaran-ajaran Islam dalam kaitannya dengan batin,
yaitu aspek esoteris yang sering luput dari perhatian manusia.
Menurut Huzaifah, orang harus bijak dan tenang dalam dunia ini,
terutama dalam menghadapi berbagai cobaan (fitnah), malapetaka (musibah) dan
berbagai penderitaan lainnya. Untuk bijak dan tenang, orang harus mengenal
sumbernya yaitu hati manusia itu sendiri. Apakah hati telah menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Adakah iman telah menjadi dasar dari setiap
gerak hati tersebut, sebagaimana disinggung dalam Alquran surat al-Ra’d:
28.
Menurut Huzaifah, sesuatu yang baik itu adalah jelas dan terang,
sedang sesuatu yang buruk atau jahat selalu samar dan tersembunyi. Sebaiknya
perhatian kita bukan hanya kepada yang baik saja, tetapi lebih-lebih kepada
yang buruk atau jahat yang samar-samar itu. Namanya juga samar-samar dan
karenanya menghendaki perhatian yang khusus dari manusia. Orang bijak selalu
memperhatikan yang samar-samar itu agar menjadi jelas.
Suatu ketika Huzaifah ditanya orang tentang bimbingan Rasulullah
kepadanya. Huzaifah menyatakan bahwa “orang selalu bertanya kepada Rasulullah
tentang yang baik-baik dari suatu amal, sedang aku bertanya tentang yang buruk
atau tercela dari suatu amal yang dengan itu aku bisa menghindarinya dengan
tepat”. Menurut Huzaifah; “orang tidak akan mengenal kebaikan yang sempurna
tanpa mengetahui keburukannya”.
Perhatiannya terhadap masalah-masalah batin dan hidup di lingkungan
Rasulullah membuat ia dikenal sebagai sahabat yang memiliki spesialisasi bidang
batin sebagaimana ditegaskan oleh Sya’rani. Menurut Abu Thalib al-Makky,
Huzaifah memiliki pengetahuan khusus tentang rahasia batin dan hal-hal yang
tersembunyi di dalam diri manusia hingga ia mampu membedakan antara orang
beriman dan munafik. Oleh karena itu tidak heran kalau Umar ibn Khattab tidak
turut salat jenazah seseorang yang wafat kalau dilihatnya Huzaifah tidak ikut
mensalatkannya.
Ketekunannya memperhatikan hal-hal yang buruk dan sikap tegas
menghadapinya membuat ia sedikit pendiam tetapi bila ia berbicara sering
dirasakan terlalu tajam dan pedas. Hal demikian pernah dirasakannya sendiri
sebagai hal yang tidak layak dan membawa dosa. Selanjutnya ia menuturkan: “Saya
datang menemui Rasulullah Saw.. aku berkata kepadanya: Wahai Rasulullah,
lidahku agak tajam terhadap keluargaku dan aku khawatir kalau-kalau hal itu
akan menyebabkan aku masuk Neraka. Maka Rasulullah bersabda: Kenapa kamu tidak
beristigfar? Sungguh saya beristigfar kepada Allah tiap hari seratus kali.
Huzaifah adalah seorang santri yang teguh
beribadah, seorang pemikir yang tajam dan berilmu batin yang dalam dan bahkan
juga wali kota dan panglima perang. Mengenai yang terakhir ini, di
samping aktif bersama Rasulullah di medan perang, juga memimpin pertempuran.
Dialah yang memimpin pertempuran dalam membebaskan kota-kota antara
lain Hamdan, Rai dan Dainawar. la salah seorang panglima yang membebaskan seluroh
Irak. Dalam pertempuran besar di Nahawand melawan tentara musuh yang berjumlah
tidak kurang dari 150.000 orang, Huzaifah merupakan panglima besar kedua
setelah Nu’man bin Mudarrin gugur di medan perang dan di tangan Huzaifah
bendera Islam berkibar terus sampai beroleh kemenangan akhir.
Tidak jemu-jemunya ia berpesan kepada kaum
muslimin: “Tidaklah termasuk yang terbaik di antara kalian yang meninggalkan
dunia untuk kepentingan akhirat dan tidak pula yang meninggalkan akhirat untuk
kepentingan dunia tetapi hanyalah yang mengambil bagian dari keduanya”.
Karena kejeliannya dalam ilmu batin dan
hal-hal yang merusak kejernihan hati maka Huzaifah dianggap sebagai sahabat
yang menjadi cikal bakal tumbuh suburnya ilmu sufi sejati. Sufi yang masih asli
dari sumbernya yaitu Nabi Muhammad Saw.
Memang, Huzaifah tidaklah setenar khalifah
yang empat yaitu Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib atau nama-nama lainnya. Tetapi, sejarah telah mencatat bahwa Huzaifah
memiliki keistimewaan yang berbeda dengan sahabat-sahabat yang lain. Ia lebih
banyak melihat ‘kedalam’ daripada melihat ‘keluar’ sehingga kedalaman batinnya
sangat terasah.
Baginya hidup tidak hanya untuk melihat
yang baik dan mengamalkan yang baik saja, tetapi hidup juga harus melihat yang buruk
dan berusaha menghindari yang buruk itu, agar amal yang baik tidak bercampur
dengan yang buruk. Di sinilah kelebihan Huzaifah di mana ia selalu bertanya
tentang hal-hal mana saja yang buruk kepada Nabi agar ia mudah menghindari
keburukan itu.
No comments:
Post a Comment