Saturday, March 10, 2012

Perkembangan Pengguna Kartu Kredit dan Kartu Debet di Indonesia


Fungsi uang kontan sebagai alat bayar semakin tergantikan dengan kartu plastik. Akibatnya, kartu-kartu plastik semakin mendominasi dompet masyarakat perkotaan selain kartu tanda penduduk. Cobalah tengok dompet kawan Anda. Selain kartu tanda penduduk atau kartu surat izin mengemudi, ada berapa kartu plastik di dalamnya? Umumnya, sebagian besar mengantongi kartu kredit, kartu ATM, atau kartu debet.
Selain kartu ATM yang saat ini hampir dimiliki oleh setiap nasabah perbankan, kartu plastik jenis lain, yaitu kartu debet, juga semakin banyak digunakan. Belakangan ini, pertumbuhan kartu debet bahkan lebih cepat dibandingkan dengan kartu kredit. Bank-bank semakin gencar memanjakan nasabahnya, tidak cukup hanya dengan kartu kredit atau kartu ATM, tetapi juga kartu ATM yang dapat berfungsi sebagai kartu debet. Berbelanja dengan kartu debet memang lebih praktis karena tak perlu membawa setumpuk uang kontan dengan risiko kecopetan. Tidak juga perlu takut terkena denda dan bunga jika lupa membayar tagihan seperti yang sering terjadi pada para pemegang kartu kredit yang kadang lalai membayar tagihannya. Selain itu, biaya administrasinya juga lebih murah dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memiliki kartu kredit.
Secara global, volume transaksi kartu debet Visa, misalnya, telah melewati jumlah volume kartu kredit. Menurut data dari Visa, pada akhir tahun 2003, volume kartu debet Visa di dunia meningkat 17 persen daripada tahun sebelumnya dan mencapai $ 1,48 triliun. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan sebesar 5 persen dalam volume kartu kredit yang sebesar 1,45 triliun.
Adapun di Indonesia sendiri pada kuartal pertama tahun 2004 penggunaan kartu debet Visa sebesar $ 30 juta atau meningkat 107 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Menurut Ellyana C Fuad, Country Manager Visa International Indonesia, bahwa sebenarnya tidak ada pergeseran penggunaan kartu kredit dengan kartu debet. Keduanya saling melengkapi. Di negara-negara maju, setiap orang memiliki kedua jenis kartu ini. Kalau kartu debet biasanya digunakan untuk membayar langsung pembelanjaan yang jumlahnya sedikit atau barang sehari-hari, sedangkan kartu kredit untuk pembelanjaan dalam jumlah besar, misalnya barang elektronik.
Lebih lanjut ia mengatakan, pangsa pasar kartu debet sangat besar karena persyaratan yang diperlukan agar seseorang dapat memiliki kartu debet sangat mudah dan ringan, tidak diperlukan persyaratan yang rumit seperti kartu kredit. Dengan membuka rekening di bank, orang dapat memiliki kartu debet. Lagi pula, uang milik pemegang kartu telah tersedia sehingga bank tinggal mengurangi saja jika ada pembelian oleh si nasabah. "Di Indonesia, jumlah pemilik rekening bank sekitar 60 juta dan mereka memenuhi syarat untuk dapat memiliki kartu debet," kata Ellyana lagi. Riset yang diadakan Visa di AS menyatakan adanya peningkatan penggunaan kartu debet. Dalam riset tersebut ditemukan 43 persen pelanggan memilih menggunakan kartu debet sebagai alat pembayaran dibandingkan dengan 30 persen yang memilih menggunakan kartu kredit dan 22 persen dengan uang tunai. Sementara itu, untuk pembelian 20-50 dollar AS sebanyak 45 persen responden memilih menggunakan kartu debet. Untuk pembelanjaan sebanyak 51-100 dollar AS, 41 persen responden juga memilih menggunakan kartu debet. Untuk pembelian di atas 100 dollar AS, 49 persen responden lebih memilih menggunakan kartu kredit untuk alat pembayarannya.
Ellyana menambahkan, di Indonesia Visa International telah bekerja sama dengan tujuh bank untuk menerbitkan kartu debet. Dalam waktu dekat ini, jumlah bank itu akan bertambah, tetapi Ellyana belum mau mengungkapkan bank mana saja yang akan menerbitkan kartu debetnya. Dari sisi bank, seperti Bank Permata, pendapatan yang didapatkan dari penerbitan kartu debet ada beberapa jenis. Seperti pendapatan dari biaya administrasi kartu Permata Visa Electron secara bulanan, biaya bulanan e-Wallet, pendapatan interchange atau pendapatan biaya transaksi penggunaan kartu di merchant, serta fee di jaringan ATM plus. Tidak hanya kartu debet yang biasanya digesek setelah bertransaksi. Selain kartu kredit dan kartu debet, Bank Permata juga menerbitkan kartu prabayar sebagai pengganti uang tunai dan dapat digunakan sebagai kartu debet.
Menurut Dian Soerarso, GM Sales Distribution Channels and Liabilities Product dari Bank Permata mengatakan, jumlah pemegang kartu debet di Bank Permata sebanyak 600.000 dan lebih dari 100.000 merupakan pemegang kartu e-Wallet. Adapun pertumbuhannya diharapkan dapat mencapai 75-100 persen pada tahun 2004 ini. "E-Wallet ini dapat digunakan sebagai kartu debet dan dapat digunakan bertransaksi di ATM, termasuk transaksi pembayaran. Uniknya, pemegang kartu tak perlu membuka rekening di bank, cukup membeli kartu perdana. Saldo kartu dapat diatur sesuai dengan kebutuhan hingga maksimum Rp 5 juta," katanya. Kartu isi ulang ini juga dapat menjadi hadiah yang menarik dan berguna. Dana yang mengendap di e-Wallet ini tidak diberikan bunga.
Tidak hanya perbankan konvensional yang memberikan layanan kartu-kartu plastik ini kepada para nasabahnya. Perbankan syariah pun telah mulai meluncurkan kartu plastik. Bank Internasional Indonesia (BII), misalnya, telah mengeluarkan kartu BII Syariah Card yang sesuai dengan prinsip ekonomi syariah yang universal. "Sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional, akad yang digunakan dalam penyelenggaraan BII Syariah Card adalah akad qordh dan kafalah," kata Direktur Sumber Daya Manusia, Hukum dan Riset BII, Sukatmo Padmosukarso. Akad qordh merupakan prinsip utang piutang dan dalam prinsip syariah tak boleh dikenakan bunga atau denda atas utang tersebut, sedangkan kafalah merupakan prinsip perwakilan. Artinya, pada saat bertransaksi pemegang kartu bertindak mewakili bank untuk bertransaksi dengan merchant.
Sukatmo lebih jauh menjelaskan, bahwa perbedaan dengan kartu kredit konvensional, kartu Syariah ini bebas bunga. "Penggunaannya seperti kartu kredit, tetapi tidak ada pembayaran minimum seperti kartu kredit. Begitu jatuh tempo, tagihan harus dilunasi seluruhnya, tidak boleh dicicil. Kartu ini juga tak boleh digunakan untuk membeli barang atau jasa yang tidak sesuai dengan syariah seperti minuman keras," ujarnya. Pertama kali, BII mengeluarkan BII Syariah Card Gold dan belakangan mengeluarkan lagi Platinumnya. BII Syariah Card telah mengacu pada fatwa MUI yang menyatakan, jangan sampai keberadaan kartu semacam ini mendorong konsumerisme. "Kami sengaja masuk ke segmen gold sehingga pemegang kartu BSC adalah orang yang betul-betul mampu memegang dan dapat menggunakannya secara bijaksana dan sekaligus sehingga tidak ada kredit macetnya," lanjut Sukatmo.
BII juga melebarkan produk kartunya menjadi platinum karena pangsa pasar platinum di perbankan syariah sangat luas. Indikatornya, menurut Sukatmo, adalah pengajian di kawasan elite, seperti Pondok Indah, Menteng, dan Kemang, tarawih di hotel berbintang lima, serta para jemaah haji ONH plus yang dianggap menjadi pangsa pasar potensial dari kartu kredit platinum. Lapisan masyarakat inilah yang dibidik menjadi nasabah pemegang kartu BII Syariah Card Platinum. Walaupun terbatas, segmen kartu platinum ini memiliki daya beli yang sangat tinggi daripada segmen kartu silver atau gold. Pagu kredit yang diberikan kepada para pemegang kartu platinum ini sekitar 40 persen dari pendapatan dengan kisaran pagu Rp 8 juta hingga Rp 50 juta.
Ellyana mengatakan, memang pangsa pasar kartu kredit platinum sangat besar dan belum tergarap. Saat ini pemegang kartu kredit platinum sekitar 20.000 dan pangsa pasarnya diperkirakan satu juta orang. Saat ini baru ada empat bank yang menerbitkan kartu platinum, yaitu Citibank, ANZ Panin, Mega, dan HSBC.
Untuk itu bagi Anda yang belum memiliki kartu kredit baik silver, gold, dan platinum, jangan khawatir pilihan yang ditawarkan pihak bank – termasuk fasilitas yang diberikan bagi nasabah – yang akan menerbitkan kartu tersebut. Jika Anda ingin memiliki kartu kredit, tinggal disesuaikan dengan penghasilan yang diperoleh pada tiap bulannya.

No comments:

Post a Comment