Fungsi
uang kontan sebagai alat bayar semakin tergantikan dengan kartu plastik.
Akibatnya, kartu-kartu plastik semakin mendominasi dompet masyarakat perkotaan
selain kartu tanda penduduk. Cobalah tengok dompet kawan Anda. Selain kartu
tanda penduduk atau kartu surat
izin mengemudi, ada berapa kartu plastik di dalamnya? Umumnya, sebagian besar
mengantongi kartu kredit, kartu ATM, atau kartu debet.
Selain
kartu ATM yang saat ini hampir dimiliki oleh setiap nasabah perbankan, kartu
plastik jenis lain, yaitu kartu debet, juga semakin banyak digunakan.
Belakangan ini, pertumbuhan kartu debet bahkan lebih cepat dibandingkan dengan
kartu kredit. Bank-bank semakin gencar memanjakan nasabahnya, tidak cukup hanya
dengan kartu kredit atau kartu ATM, tetapi juga kartu ATM yang dapat berfungsi
sebagai kartu debet. Berbelanja dengan kartu debet memang lebih praktis karena
tak perlu membawa setumpuk uang kontan dengan risiko kecopetan. Tidak juga
perlu takut terkena denda dan bunga jika lupa membayar tagihan seperti yang
sering terjadi pada para pemegang kartu kredit yang kadang lalai membayar
tagihannya. Selain itu, biaya administrasinya juga lebih murah dibandingkan
dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memiliki kartu kredit.
Secara
global, volume transaksi kartu debet Visa, misalnya, telah melewati jumlah
volume kartu kredit. Menurut data dari Visa, pada akhir tahun 2003, volume
kartu debet Visa di dunia meningkat 17 persen daripada tahun sebelumnya dan
mencapai $ 1,48 triliun. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan
peningkatan sebesar 5 persen dalam volume kartu kredit yang sebesar 1,45
triliun.
Adapun
di Indonesia sendiri pada kuartal pertama tahun 2004 penggunaan kartu debet
Visa sebesar $ 30 juta atau meningkat 107 persen dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Menurut Ellyana C Fuad, Country Manager Visa International
Indonesia, bahwa sebenarnya tidak ada pergeseran penggunaan kartu kredit dengan
kartu debet. Keduanya saling melengkapi. Di negara-negara maju, setiap orang
memiliki kedua jenis kartu ini. Kalau kartu debet biasanya digunakan untuk
membayar langsung pembelanjaan yang jumlahnya sedikit atau barang sehari-hari,
sedangkan kartu kredit untuk pembelanjaan dalam jumlah besar, misalnya barang
elektronik.
Lebih
lanjut ia mengatakan, pangsa pasar kartu debet sangat besar karena persyaratan
yang diperlukan agar seseorang dapat memiliki kartu debet sangat mudah dan
ringan, tidak diperlukan persyaratan yang rumit seperti kartu kredit. Dengan
membuka rekening di bank, orang dapat memiliki kartu debet. Lagi pula, uang
milik pemegang kartu telah tersedia sehingga bank tinggal mengurangi saja jika
ada pembelian oleh si nasabah. "Di Indonesia, jumlah pemilik rekening bank
sekitar 60 juta dan mereka memenuhi syarat untuk dapat memiliki kartu
debet," kata Ellyana lagi. Riset yang diadakan Visa di AS menyatakan
adanya peningkatan penggunaan kartu debet. Dalam riset tersebut ditemukan 43
persen pelanggan memilih menggunakan kartu debet sebagai alat pembayaran
dibandingkan dengan 30 persen yang memilih menggunakan kartu kredit dan 22
persen dengan uang tunai. Sementara itu, untuk pembelian 20-50 dollar AS
sebanyak 45 persen responden memilih menggunakan kartu debet. Untuk pembelanjaan
sebanyak 51-100 dollar AS, 41 persen responden juga memilih menggunakan kartu
debet. Untuk pembelian di atas 100 dollar AS, 49 persen responden lebih memilih
menggunakan kartu kredit untuk alat pembayarannya.
Ellyana
menambahkan, di Indonesia Visa International telah bekerja sama dengan tujuh
bank untuk menerbitkan kartu debet. Dalam waktu dekat ini, jumlah bank itu akan
bertambah, tetapi Ellyana belum mau mengungkapkan bank mana saja yang akan
menerbitkan kartu debetnya. Dari sisi bank, seperti Bank Permata, pendapatan
yang didapatkan dari penerbitan kartu debet ada beberapa jenis. Seperti
pendapatan dari biaya administrasi kartu Permata Visa Electron secara bulanan,
biaya bulanan e-Wallet, pendapatan interchange atau pendapatan
biaya transaksi penggunaan kartu di merchant, serta fee di
jaringan ATM plus. Tidak hanya kartu debet yang biasanya digesek setelah
bertransaksi. Selain kartu kredit dan kartu debet, Bank Permata juga
menerbitkan kartu prabayar sebagai pengganti uang tunai dan dapat digunakan sebagai
kartu debet.
Menurut
Dian Soerarso, GM Sales Distribution Channels and Liabilities Product dari Bank
Permata mengatakan, jumlah pemegang kartu debet di Bank Permata sebanyak
600.000 dan lebih dari 100.000 merupakan pemegang kartu e-Wallet. Adapun
pertumbuhannya diharapkan dapat mencapai 75-100 persen pada tahun 2004 ini.
"E-Wallet ini dapat digunakan sebagai kartu debet dan dapat
digunakan bertransaksi di ATM, termasuk transaksi pembayaran. Uniknya, pemegang
kartu tak perlu membuka rekening di bank, cukup membeli kartu perdana. Saldo
kartu dapat diatur sesuai dengan kebutuhan hingga maksimum Rp 5 juta,"
katanya. Kartu isi ulang ini juga dapat menjadi hadiah yang menarik dan
berguna. Dana yang mengendap di e-Wallet ini tidak diberikan bunga.
Tidak
hanya perbankan konvensional yang memberikan layanan kartu-kartu plastik ini
kepada para nasabahnya. Perbankan syariah pun telah mulai meluncurkan kartu
plastik. Bank Internasional Indonesia (BII), misalnya, telah mengeluarkan kartu
BII Syariah Card yang sesuai dengan prinsip ekonomi syariah yang
universal. "Sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional, akad yang
digunakan dalam penyelenggaraan BII Syariah Card adalah akad qordh
dan kafalah," kata Direktur Sumber Daya Manusia, Hukum dan Riset
BII, Sukatmo Padmosukarso. Akad qordh merupakan prinsip utang piutang
dan dalam prinsip syariah tak boleh dikenakan bunga atau denda atas utang
tersebut, sedangkan kafalah merupakan prinsip perwakilan. Artinya, pada saat
bertransaksi pemegang kartu bertindak mewakili bank untuk bertransaksi dengan
merchant.
Sukatmo
lebih jauh menjelaskan, bahwa perbedaan dengan kartu kredit konvensional, kartu
Syariah ini bebas bunga. "Penggunaannya seperti kartu kredit, tetapi tidak
ada pembayaran minimum seperti kartu kredit. Begitu jatuh tempo, tagihan harus
dilunasi seluruhnya, tidak boleh dicicil. Kartu ini juga tak boleh digunakan
untuk membeli barang atau jasa yang tidak sesuai dengan syariah seperti minuman
keras," ujarnya. Pertama kali, BII mengeluarkan BII Syariah Card Gold
dan belakangan mengeluarkan lagi Platinumnya. BII Syariah Card telah
mengacu pada fatwa MUI yang menyatakan, jangan sampai keberadaan kartu semacam
ini mendorong konsumerisme. "Kami sengaja masuk ke segmen gold
sehingga pemegang kartu BSC adalah orang yang betul-betul mampu memegang dan
dapat menggunakannya secara bijaksana dan sekaligus sehingga tidak ada kredit
macetnya," lanjut Sukatmo.
BII
juga melebarkan produk kartunya menjadi platinum karena pangsa pasar platinum
di perbankan syariah sangat luas. Indikatornya, menurut Sukatmo, adalah
pengajian di kawasan elite, seperti Pondok Indah, Menteng, dan Kemang, tarawih
di hotel berbintang lima, serta para jemaah haji ONH plus yang dianggap menjadi
pangsa pasar potensial dari kartu kredit platinum. Lapisan masyarakat inilah
yang dibidik menjadi nasabah pemegang kartu BII Syariah Card Platinum.
Walaupun terbatas, segmen kartu platinum ini memiliki daya beli yang sangat
tinggi daripada segmen kartu silver atau gold. Pagu kredit yang
diberikan kepada para pemegang kartu platinum ini sekitar 40 persen dari
pendapatan dengan kisaran pagu Rp 8 juta hingga Rp 50 juta.
Ellyana
mengatakan, memang pangsa pasar kartu kredit platinum sangat besar dan belum
tergarap. Saat ini pemegang kartu kredit platinum sekitar 20.000 dan pangsa
pasarnya diperkirakan satu juta orang. Saat ini baru ada empat bank yang
menerbitkan kartu platinum, yaitu Citibank, ANZ Panin, Mega, dan HSBC.
Untuk
itu bagi Anda yang belum memiliki kartu kredit baik silver, gold, dan platinum,
jangan khawatir pilihan yang ditawarkan pihak bank – termasuk fasilitas yang
diberikan bagi nasabah – yang akan menerbitkan kartu tersebut. Jika Anda ingin
memiliki kartu kredit, tinggal disesuaikan dengan penghasilan yang diperoleh
pada tiap bulannya.
No comments:
Post a Comment