Pernah
mengalami anak Anda malas belajar atau takut ketika disuruh mengerjakan
pekerjaan rumah? Jika ya, berarti anak Anda belum mencintai belajar dan fobia
terhadap belajar. Bukan hanya di rumah, di sekolah pun mungkin akan demikian.
Sekarang
ini, para pendidik di negara kita sudah mengembangkan metode belajar sambil
bermain. Dengan metode ini diharapkan anak tidak akan terasa bila dirinya
sedang belajar. Pun membuat kegiatan belajar mengajar menjadi lebi luwes dan
tidak kaku. Lingkungan belajar dibuat bersahabat dengan anak sehingga mereka
merasa tidak asing. Pasalnya, jika lingkungan belajar tidak akrab dengan
mereka, maka belajar akan dianggap fobia dan berkembang menjadi momok.
Banyak
cara dan permainan yang bisa dilakukan untuk maksud di atas. Misalnya, dengan
membuat tempat bermain lengkap dengan berbagai peralatan yang diletakkan di
tempat tertentu. Di tempat itu, semua anak dari beberapa kelas bisa bermain
bersama. Mereka semua bisa berkolaborasi dan menciptakan kebersamaan serta
membangun sifat kepemimpinan (bila mereka bermain dengan anak yang lebih muda).
Anak-anak
pasti suka bermain. Mereka sangat menikmati waktu bermain sehingga tidak jarang
mereka lupa makan, lupa belajar bahkan tidak mau melakukan aktivitas lainnya
jika sedang bermain. Orangtua pun harus tarik urat dahulu jika menyuruh anaknya
berhenti bermain dan mau mengerjakan pekerjaan rumah atau belajar. Hal ini
seringkali menyebabkan orangtua menganggap bahwa anaknya malas belajar dan
maunya cuma bermain saja. Dalam artikel ini akan dibahas mengapa bermain itu dianggap
penting oleh beberapa ahli perkembangan dan sebatas mana bermain itu bermanfaat
bagi perkembangan anak-anak.
Papalia
(1995), seorang ahli perkembangan manusia dalam bukunya Human Development,
mengatakan bahwa anak berkembang dengan cara bermain. Dunia anak-anak adalah
dunia bermain. Dengan bermain anak-anak menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi
indra-indra tubuhnya, mengeksplorasi dunia sekitarnya, menemukan seperti apa
lingkungan yang ia tinggali dan menemukan seperti apa diri mereka sendiri.
Dengan
bermain, anak-anak menemukan dan mempelajari hal-hal atau keahlian baru dan
belajar kapan harus menggunakan keahlian tersebut, serta memuaskan apa yang
menjadi kebutuhannya. Lewat bermain, fisik anak akan terlatih, kemampuan
kognitif dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain akan berkembang.
Bermain
tentunya merupakan hal yang berbeda dengan belajar dan bekerja. Menurut Hughes
(1999), seorang ahli perkembangan anak dalam bukunya Children, Play, and
Development, mengatakan harus ada 5 (lima) unsur dalam suatu kegiatan yang
disebut bermain. Kelima unsur tersebut adalah:
1.
Tujuan bermain adalah permainan itu
sendiri dan si pelaku mendapat kepuasan karena melakukannya (tanpa target),
bukan untuk misalnya mendapatkan uang.
2.
Dipilih secara bebas. Permainan dipilih
sendiri, dilakukan atas kehendak sendiri dan tidak ada yang menyuruh ataupun
memaksa.
3.
Menyenangkan dan dinikmati.
4.
Ada unsur kayalan dalam kegiatannya.
5.
Dilakukan secara aktif dan sadar.
Diluar
pendapat Hughes, ada ahli-ahli yang mendefinisikan bermain sebagai apapun
kegiatan anak yang dirasakan olehnya menyenangkan dan dinikmati (pleasurable
and enjoyable). Bermain dapat menggunakan alat (mainan) ataupun tidak. Hanya
sekedar berlari-lari keliling di dalam ruangan, kalau kegiatan tersebut
dirasakan menyenagkan oleh anak, maka kegiatan itupun sudah dapat disebut
bermain.
No comments:
Post a Comment